MEDAN, iNewsMedan.id- Sempat dipenjara kasus penggelapan sertifikat, kini Direktur PT. Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman, kembali diadili perkara dugaan korupsi kredit macet Rp 39,5 miliar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (8/8/2022).
Dalam sidang yang digelar secara daring tersebut, Canakya didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait pencairan kredit untuk pembangunan Komplek Takapuna Residence di Jalan Sumarsono, Komplek Graha Metropolitan, Kabupaten Deliserdang.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumut Resky Pradhana, dalam dakwaannya menuturkan, bahwa perkara korupsi berbau kredit macet mencapai Rp 39,5 miliar tersebut melibatkan 5 orang yang diadili masing-masih dalam berkas terpisah.
JPU menguraikan, periode Juli 2013 sampai dengan bulan Januari 2018 telah terjadi perbuatan melawan hukum dalam proses pengajuan Perjanjian Kredit Modal Kerja (KMK) Yasa Griya hingga pencairan pinjaman Nomor 158 tanggal 27 Februari 2014 sebesar Rp39,5 miliar.
Kapasitas terdakwa Canakya, warga Jalan Thamrin, Kelurahan Sei Rengas I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan itu adalah selaku debitur.
"Sebelumnya saksi Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) bersama saksi Agus Salim selaku Direktur PT Mestika Mandala Perdana telah melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
Yakni tanggal 27 Januari 2011 atas Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1422 dengan total tanah seluas 103.448 M2 yang berlokasi di Jalan Sumarsono Komplek Graha Metropolitan, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang.
Kemudian dari lahan seluas 103.448 m2 dimaksud, saksi Mujianto mengalihkan seluas 13.860 M2 kepada terdakwa yaitu berdasarkan PPJB dibawah tangan tanggal 28 November 2011 senilai Rp 45.045.000.000 yang berlokasi di Jalan Sumarsono Komplek Graha Metropolitan.
Menurut rencana di lokasi tersebut, akan dibangun terdakwa Komplek Takapuna Residence sebanyak 151 unit rumah namun legalitas proyeknya atas nama saksi Mujianto dikarenakan secara finansial terdakwa Canakya Suman sama sekali tidak mampu membeli lahannya.
Oleh karenanya Mujianto membuat kesepakatan dituangkan pada PPJB tertanggal 28 November 2011. Intinya terdakwa akan melakukan pembayaran dengan cara mencicil.
"Saksi Mujianto pun secara bertahap sebanyak 8 kali menerima pembayaran down payment (DP) sebesar Rp6.756.750.000 dari terdakwa lewat bilyet giro Bank Commerce International Merchant Bankers (CIMB)," beber jaksa.
Namun sebelumnya tertanggal 2 Maret 2012, saksi Mujianto telah menerima fasilitas kredit selama setahun di Bank Sumut sebesar Rp35 miliar dengan agunan kredit berupa pada SHGB Nomor 1422 yang total tanahnya seluas 103.448 M2.
SHGB (induk-red) tersebut kemudian dipecah dengan luas 16.306 M2, juga masih atas nama PT ACR dan dikuasakan ke terdakwa Canakya Suman selaku Direktur PT KAYA untuk membangun Komplek Takapuna Residence.
"Namun terdakwa Canakya tidak mampu melunasi kewajibannya Rp45 miliar kepada Mujianto," kata jaksa.
Sementara pinjaman awal saksi konglomerat terkenal asal Medan itu jatuh tempo tanggal 3 Maret 2013.
Mujianto pun memperpanjang / memperbaharui Kredit Rekening Koran selama setahun lagi tertanggal 28 Maret 2013 menjadi Rp23,9 miliar.
Sementara yang diagunkan terdakwa Canakya sebanyak 79 SHGB Asli merupakan bagian dari 93 SHGB tersebut, masih diagunkan di Bank Sumut atas nama Mujianto selaku Direktur PT ACR.
Canakya Suman dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 Jo pasal 18 ayat (1) huruf b Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan didampingi anggota Eliwarti dan Rurita Ningrum pun melanjutkan persidangan pekan depan dengan agenda mendengarkan nota keberatan (eksepsi) terdakwa melalui tim penasihat hukumnya (PH).
Diketahui sebelumnya, pada Desember 2020 lalu Canakya telah divonis bersalah melakukan tindak pidana penggelapan 35 sertifikat dan dihukum dengan pidana penjara selama 2 tahun 4 bulan.
Editor : Ismail