get app
inews
Aa Text
Read Next : 2 Pelaku Perdagangan Orangutan Sumatera Minta Hukuman Diringankan

Ajukan Eksepsi, Kuasa Hukum Minta Dokter Gita Dibebaskan dari Dakwaan

Selasa, 28 Juni 2022 | 21:12 WIB
header img
Tim penasehat hukum dokter Gita, terdakwa kasus suntik vaksin kosong menyampaikan note keberatan (eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan yang digelar di Cakra 8, Pengadilan Negeri Medan, Selasa (28/6) sore.

MEDAN, iNews.id-  Tim penasehat hukum dokter Gita, terdakwa kasus suntik vaksin kosong menyampaikan note keberatan (eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan yang digelar di Cakra 8, Pengadilan Negeri Medan, Selasa (28/6) sore.

Dalam eksepsi tersebut, tim penasehat hukum yang diketuai Redyanto Sidi meminta agar majelis hakim menerima nota keberatan itu dan menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut batal demi hukum. 

"Memohon kepada Majelis Hakim yang mulia untuk memutuskan menerima seluruh nota keberatan dari Penasihat Hukum Dokter Gita untuk seluruhnya. Dan menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum," ujar Redyanto Sidi di hadapan majelis hakim yang diketuai Imanuel Tarigan.

Bahkan kuasa hukum meminta agar majelis hakim membebaskan dokter Gita dari segala dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum. Permintaan ini disampaikan tim penasehat hukum dengan berbagai pertimbangan. Di antaranya yakni penasehat hukum melihat dakwaan yang diajukan JPU tidak cermat dan tidak teliti.

"Dakwaan JPU tidak memenuhi syarat materil sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 143 (2) huruf b KUHAP yang menerangkan dakwaan harus disusun secara cermat, jelas dan lengkap," sebut Redyanto.

Selain itu lanjut Redyanto, sebagai seorang tenaga medis, terdakwa belum pernah diperiksa oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. 

"Sehingga surat dakwaan JPU telah keliru dan tidak jelas dalam menerapkan pasal dalam perkara terdakwa untuk memeriksa apalagi untuk mendakwa Terdakwa dengan Pasal 14 ayat 2 Undang-undang No 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular," terang Redyanto.

Dihadapan majelis, Redyanto menyebut bahwa terdakwa merupakan korban kriminalisasi atas viralnya video seolah menyuntikkan kosong, bukan pembuktian hukum vaksin yang sebenar-benar kosong.  

"Bahwa JPU dalam dakwaannya tidak menyebutkan apalagi menguraikan apa yang yang menyebabkan spuit/jarum suntik kosongkosong/tidak ada cairan vaksin dan siapa yang membuat kosong. Apakah video tersebut dapat  menjawab secara hukum sesuai standar profesi apalagi secara medis," kata Redyanto. 

Penasihat hukum pun menguraikan tidak jelasnya siapa korban, kerugian dan apa dampak hukum atas dugaan vaksin kosong. "Bagaimana mungkin klien mereka didakwa menghalang-halangi penanggulangan wabah Covid-19, hanya berdasarkan rekaman video orang tua murid?" kata Redyanto.

Selain itu, Redyanto menyebut Pengadilan Negeri Medan  tidak berwenang untuk menilai kesalahan terdakwa tanpa adanya secara standar profesi. Penilaian dari organisasi profesi, khususnya dari Majelis Etik Profesi Etik dan Kedokteran. Terdakwa belum pernah di sidangkan dan dinyatakan bersalah oleh ketua Majelis kehormatan disiplin kedokteran IndonesiaIndonesia atas dugaan menyuntikkan vaksin kosong. 

"Karena yang menilai ada tidaknya suatu kesalahan atau kelalaian adalah organisasi profesi itu sendiri yang mengetahui standarnya. Lebih baik melepaskan seribu orang bersalah daripada menghukum seorang yang tidak bersalah," pungkasnya.

Usai mendengarkan nota keberatan terdakwa, majelis hakim pun menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda tanggapan penuntut umum. 

Di luar sidang, Redyanto mengatakan, video yang dibawa ke laboratorium kriminal alias dilabkrimkan penuntut umum menjadi salah satu barang bukti (BB) sehingga dokter Tengku Gita dijadikan terdakwa menghalang-halangi penanggulangan wabah.

"Hal itu bisa jadi preseden buruk ke depan. Orang akan mengunggah video kemudian dilabkrimkan. Lalu Saya akan tuduhkan orang, di situ ada hantu. Inikah yang kita inginkan dalam pembuktian?. Ini adalah rasionalisasi hukum bukan rasional logika Bukan rasionalisasi menggunakan teknologi. Persoalan ini sengketa medis dibuktikan dengan metode ilmiah dan kedokteran. Bukan dengan video," ungkapnya. 

Dalam kasus ini dr Gita didakwa dakam Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2)  UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. 
 

Editor : Ismail

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut