Motivasi tersebut, lanjut Fahri, membuat jabatan yang diemban tidak punya dampak pada masyarakat. Yang tampak hanya kerja-kerja mencari popularitas.
“Akhirnya kepercayaan yang begitu besar dari Presiden dan kekuasaan yang begitu luas justru dipakai untuk membangun popularitas dan tentunya menambah pundi2 dengan alasan biaya politik. Tanpa Canggung mereka bangga dengan semuanya padahal kerja tidak becus!” kata Fahri.
Fahri menyadari bahwa aturan rangkap jabatan di Indonesia belum ketat. Meskipun begitu para menteri yang mengenyam peendidikan barat seharusnya tahu diri bahwa konflik kepentingan sebaiknya dihindari. Pengabdian adalah pengabdian, tidak bisa dicampuradukkan dengan agenda pribadi.
”Mungkin saja mereka para pedagang ini yang juga menjadi pejabat, sukses meyakinkan presiden bahwa mereka lebih efektif kalau jadi pejabat dibandingkan birokrat atau politisi. boleh saja, dan boleh jadi presiden percaya. tapi catat omongan saya ini awal bencana bagi kalian semua,” ujar dia.
Fahri menilai kelompok yang dijuluki penguasa pengusaha tidak memahami makna luhur jadi abdi negara. Folosofi abdi negara dicampur baur sehingga kerja mereka sebagai pejabat tidak fokus.
”Parahnya sampai pd tahap bikin kebijakan yg untungkan pribadi. Semoga presiden sadar bahwa kabinet harus dipulihkan keadaannya. Waktu 2,5 tahun masih panjang untuk fokus mengerjakan banyak hal bagi kepentingan umum yang masih banyak terbengkalai dan apa lagi krisis Global mengancam keadaan kita sekarang! Semoga presiden menyadari.!” kata Fahri.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait