iNews.id - Berbuka puasa lewat azan magrib di TV ternyata sangat banyak dilakukan orang. Namun apakah sah atau tidak? Berikut ini penjelasan lengkapnya.
Dikutip dari nu.or.id, Ustadz Alhafiz Kurniawan menerangkan bahwa puasa adalah ibadah yang menuntut seseorang menahan diri dari makanan, minuman, dan hubungan seksual sejak terbit fajar hingga matahari tenggelam atau ghurub.
Orang yang menjalankan ibadah puasa perlu memastikan tenggelamnya matahari sebagai waktu berbuka puasa. Oleh karena itu, ia perlu berhati-hati untuk menyantap hidangan takjil sebelum ada informasi pasti perihal ghurub atau matahari tenggelam.
قوله (والاحتياط أن لا يأكل آخر النهار إلا بيقين) كأن يعاين الغروب ليأمن الغلط (ويحل) الأكل آخره (بالاجتهاد) بورد أو غيره (في الأصح) كوقت الصلاة، والثاني: لا، لإمكان الصبر إلى اليقين.
Artinya: "Seseorang tidak memakan sesuatu di ujung siang Ramadan sebagai bentuk ihtiyath atau kehati-hatian kecuali berdasarkan keyakinan) yaitu menyaksikan matahari tenggelam agar terjamin dari kekeliruan. (Seseorang boleh) memakan sesuatu di ujung siang Ramadhan (berdasarkan ijtihad) yaitu wirid atau lainnya (menurut pendapat yang lebih shahih) seperti waktu shalat. Sedangkan pendapat kedua mengatakan tidak boleh memakan takjil karena masih memungkinkan kesabaran sampai benar-benar yakin masuk waktu maghrib." (Lihat M Khatib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut, Darul Makrifah: 1997 M/1418 H], cetakan pertama, juz I, halaman 631)
Dari keterangan tersebut didapat keterangan bahwa orang yang beribadah puasa perlu berupaya untuk mencari informasi perihal kedatangan waktu maghrib. Artinya, ia tidak boleh menduga-duga atas kedatangan waktu maghrib yang berkaitan dengan waktu berbuka puasa.
أما بغير اجتهاد فلا يجوز ولو بظن؛ لأن الأصل بقاء النهار، وقياس اعتماد الاجتهاد جواز اعتماد خبر العدل بالغروب عن مشاهدة
Artinya: "Adapun tanpa berdasarkan ijtihad, maka seseorang tidak boleh berbuka puasa meski dengan dugaan karena pada prinsipnya waktu siang masih berjalan. Sedangkan qiyas ijtihad sebagai sandaran buka puasa dimungkinkan sebagaimana kebolehan kabar seorang yang adil atas tenggelamnya matahari berdasarkan kesaksiannya." (Lihat M Khatib As-Syarbini, Mughnil muhtaj, [Beirut, Darul Makrifah: 1997 M/1418 H], cetakan pertama, juz I, halaman 631-632)
Editor : Chris
Artikel Terkait