Mantan panglima GAM ini bahkan memberikan ultimatum yang menuntut pertanggungjawaban moral dan profesional: "Kalau tidak mampu, letakkan jabatan. Ganti yang lain. Tidak ada salahnya.”
Mualem menilai sikap sebagian kepala daerah yang cepat menyerah ketika dihadapkan pada krisis adalah kegagalan kepemimpinan. "Ini saja sudah melakukan diri, cengeng. Siapa suruh naik jadi pemimpin kalau sedikit persoalan sudah menyerah?," ucapnya, mempertanyakan mentalitas para pejabat yang ia pimpin.
Banjir Diibaratkan Tsunami Kedua
Bagi Mualem, skala bencana banjir dan longsor kali ini jauh dari kata biasa. Ia mengibaratkannya sebagai “tsunami kedua” bagi Tanah Rencong, mengingat 18 dari 23 kabupaten/kota terdampak, membuat banyak wilayah terisolasi.
Situasi darurat ini menuntut kepemimpinan lapangan yang kuat, bukan sekadar koordinasi di atas meja. Mualem mendesak seluruh jajaran pemerintahan, dari provinsi hingga gampong, untuk proaktif dan meningkatkan respons cepat.
“Semua harus proaktif membantu masyarakat. Jangan ada yang cengeng,” perintahnya.
Prioritas utama saat ini, lanjut Mualem, adalah membuka akses darat yang terputus total agar bantuan logistik bisa menjangkau desa-desa terisolasi di Aceh Tengah, Gayo Lues, hingga Aceh Tamiang.
Di tengah situasi penuh luka dan kehilangan, suara keras Mualem menjadi simbol penegasan: Aceh tidak boleh menjalani bencana ini sendirian, dan para pemimpin daerah harus berdiri di garis depan memastikan setiap warga terdampak segera mendapatkan pertolongan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait
