MEDAN, iNewsMedan.id - Alexander Halim alias Akuang yang merupakan terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi penguasaan lahan di Kabupaten Langkat, memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Medan agar dibebaskan dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Permintaan tersebut disampaikan penasihat hukum Alexander, Dedi Suheri, kepada awak media, Rabu (16/7/2025).
Dedi menilai tuntutan atau dakwaan yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum terhadap kliennya terkesan tergesa-gesa dan prematur dengan tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan yang sebenarnya.
"Dimna klien kami tidak pernah melakukan perambahan hutan, di mana klien kami ini memberi tanah atas sertifikat hak milik yang berjumlah 60 dibeli pada pemilik tanah awalnya," ucapnya.
Dijelaskannya saat kliennya membeli tanah tersebut, lokasi yang dibelinya bukan merupakan kawasan hutan, melainkan kebun sawit. Jadi kami anggap dakwaan jaksa itu keliru.
"Locus yang dituduhkan oleh Penuntut Umum bukanlah Kawasan Hutan berdasarkan peraturan perundang-undangan," tegasnya.
Selain itu, lanjut Dedi, sertipikat hak milik yang dijadikan barang bukti dalam persidangan a quo belum pernah dicabut/dibatalkan, sehingga secara rechmatighed wajib dipandang sah dan berlaku.
"Pembuktian unsur, kerugian keuangan Negara dilakukan secara serampangan dan penegakan hukum terhadap klien kami tidak sesuai dengan asas Lex Favor Reo," cetusnya.
Sementara, menyikapi persoalan jaksa yang meminta agar hakim membatalkan sertifikat hak milik tersebut, penasehat hukum terdakwa menilai itu keliru, karena membuat sertifikat ini sudah sesuai prosedur.
"Jaksa menuduh klien kami merusak hutan. Padahal klien kami saat membeli sudah berbentuk sertifikat hak milik dan bukan hutan melainkan sawit. Siapa yang merusak hutan, di mana merusak hutannya. harusnya itu diungkapkan. klien kami ini merupakan pembeli yang beritikad baik, seharusnya dilindungi undang-undang," tegas Dedi.
Apalagi, lanjutnya, atas sertifikat hak milik klien kami ini telah diterbitkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Seharusnya, jika memang itu kawasan hutan maka tidak ada PBB.
"Kita himbauan kepada masyarakat untuk hati-hati, seharusnya yang bertanggungjawab untuk permasalahan ini adalah BPN, tapi sampai sekarang tidak ada yang tersangka dan pemilik awal sertifikat tidak ada juga. Seolah-olah jaksa tendensius kepada klien kita, tidak melakukan pengungkapan secara nyata. Kita menduga ini tindakan tidak profesional yang dilakukan jaksa," katanya.
Karea itu, Penasehat hukum terdakwa berharap majelis hakim agar mempertimbangkan pledoi yang diajukan lantaran ini bukan merupakan tindak pidana, apalagi jaksa tidak bisa memfaktakan secara hukum bahwa itu kawasan hutan atau tidak.
Apalagi, menurut Kuasa Hukum terdakwa, saat ini ada Satuan Tugas penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang berfungsi untuk menertibkan kawasan hutan dan diselesaikan secara administrasi.
"Apalagi jaksa mengembalikan 9 sertifikat hak milik kepada klien kami, padahal di lokasi yang sama. Jadi kami berharap agar hakim bertindak adil dan berani menjatuhkan hukuman onslag atau bebas demi hukum terhadap klien kami," pungkasnya.
Editor : Chris
Artikel Terkait