Tiga Terdakwa Korupsi Situs Benteng Putri Hijau Dibui, Vonis Terberat 20 Bulan 

Ismail
Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menahan tiga tersangka dalam dugaan korupsi proyek penataan Situs Benteng Putri Hijau pada tahun anggaran 2022. Foto: Istimewa

MEDAN, iNewsMedan.id – Tiga orang yang terlibat dalam proyek penataan situs sejarah Benteng Putri Hijau di Kabupaten Deli Serdang dijatuhi hukuman penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan. Mereka terbukti melakukan korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan juta rupiah. 

Putusan dibacakan pada sidang yang digelar Senin (7/7), di mana ketiganya divonis antara 16 hingga 20 bulan penjara. Majelis hakim menyatakan, proyek yang bersumber dari APBD Sumut Tahun Anggaran 2022 itu tidak selesai tepat waktu dan menyisakan sejumlah pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi. 

Rizal Gozali Malau, yang menjabat sebagai konsultan pengawas, mendapat hukuman 16 bulan penjara. Sementara Junaidi Purba, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), dijatuhi hukuman 17 bulan. Adapun rekanan pelaksana proyek, Rizal Silaen, menerima vonis paling berat, yakni 20 bulan penjara. 

“Ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Ketua Majelis Hakim Andriyansyah dalam sidang. 

Selain hukuman badan, masing-masing terdakwa juga dikenakan denda sebesar Rp50 juta. Jika tidak dibayar, akan diganti dengan hukuman kurungan satu bulan. 

Dalam amar putusan, hakim menilai bahwa para terdakwa tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi yang sedang digalakkan pemerintah. Namun, sikap kooperatif dan sopan selama persidangan menjadi alasan keringanan hukuman. 

Adapun vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumut, Ahmad Awali, yang meminta agar masing-masing terdakwa dihukum dua tahun penjara dan membayar denda Rp200 juta. 

JPU sebelumnya menjelaskan, proyek revitalisasi situs sejarah tersebut bernilai Rp3,37 miliar dari pagu anggaran Rp4,89 miliar. Namun hasil pengerjaannya hanya mencapai sekitar 75 persen, meski pembayaran dilakukan seolah telah rampung. 

Hasil uji mutu dari Fakultas Teknik Sipil Universitas Katolik Santo Thomas pun menunjukkan sejumlah item pekerjaan tidak memenuhi standar teknis kontrak (K-250). 

Tidak hanya itu, pekerjaan proyek juga mengalami dua kali addendum akibat keterlambatan dan kekurangan volume, yang kemudian memicu temuan kerugian negara sebesar Rp771 juta. 

Satu nama lain, Zumri Sulthony yang saat itu menjabat Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, ikut disebut sebagai pelaksana dalam proyek ini, namun perkaranya ditangani dalam berkas terpisah. 

Hakim memberikan waktu tujuh hari kepada pihak terdakwa maupun jaksa untuk mempertimbangkan langkah hukum berikutnya, apakah menerima putusan atau mengajukan banding.

 

Editor : Ismail

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network