MEDAN, iNewsMedan.id- Insan Adhyaksa Kejaksaan Republik Indonesia terus mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, baik yang difasilitasi lembaga donor maupun secara mandiri, termasuk melalui perguruan tinggi.
Salah satunya adalah Dr. Jufri, SH, MH, jaksa asal Mandailing Natal, Sumatera Utara, yang berhasil menyelesaikan Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara (USU), Medan. Gelar doktor diraihnya usai menjalani sidang terbuka promosi doktor pada Selasa, 10 Juni 2025.
Dalam disertasinya yang berjudul “Penjatuhan Pidana Pembayaran Uang Pengganti terhadap Korporasi yang Bukan sebagai Terdakwa dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi”, Jufri mengupas konsep hukum pidana terhadap korporasi yang ikut diuntungkan dalam perkara korupsi, meskipun tidak secara langsung menjadi terdakwa.
Sidang terbuka digelar di Ruang DPF Fakultas Hukum USU, di mana Jufri—yang saat ini menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Binjai—dipromosikan sebagai promovendus. Ia diuji oleh para akademisi senior, yakni Prof. Dr. Elwi Danil, SH, MH, Dr. Edi Yunara, SH, M.Hum, Dr. Detania Sukarja, SH, LL.M, Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, dan Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, M.Li.
Pemilihan topik disertasi tersebut berangkat dari keprihatinan Jufri terhadap maraknya praktik korupsi yang tidak hanya melibatkan individu, tetapi juga korporasi. Menurutnya, penting untuk membedakan antara perbuatan oknum pengurus dan perbuatan korporasi itu sendiri. Jika hasil kejahatan dinikmati oleh korporasi, maka korporasi harus dikenakan pidana uang pengganti guna memulihkan kerugian negara. Sebaliknya, jika tidak terbukti ikut diuntungkan, maka tidak bisa dijatuhi pidana tambahan tersebut.
“Diharapkan, ke depan para hakim dapat mengacu pada konsep vicarious liability. Artinya, meskipun korporasi tidak menjadi terdakwa utama, tetapi jika terbukti ikut menikmati hasil korupsi atau digunakan sebagai sarana kejahatan, maka bisa dijatuhi sanksi pidana uang pengganti,” jelas Jufri.
Editor : Ismail
Artikel Terkait