"Berarti, Sunarto dan kawan-kawan dalam pertimbangan hukum membuat rekaan tahun pembelian rumah Jalan Mojopahit tanpa bukti akte jual beli," tegas Said.
Keanehan semakin mencolok ketika KPKNL Medan mencantumkan nomor putusan yang salah dalam risalah lelang, yaitu Nomor 161/Pdt.G/2014/PA Medan, bukan Nomor 161/Pdt.G/2014/PTA Medan. Akibatnya, peserta lelang diduga hanya diikuti oleh satu orang, Januar Hudaya, karena calon peserta lain tidak dapat menemukan putusan fiktif tersebut dalam Direktori Mahkamah Agung.
"Jadi, risalah lelang KPKNL tidak pernah menghadirkan SHM Nomor 17 asli yang menjadi syarat regulasi, sehingga lelang dilaksanakan berdasarkan putusan fiktif. Proses lelang oleh KPKNL ini perlu ditelusuri karena terdapat kemungkinan pidana dan putusan eksekusi yang salah," ujar Said.
Said juga mengungkapkan kejanggalan lain terkait berita acara putusan eksekusi pengosongan yang mencantumkan sertifikat atas nama Bismarck, bukan atas nama Nyak Hasan Ahmad. Ia mempertanyakan mengapa Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak dilibatkan untuk mengklarifikasi sertifikat yang sebenarnya.
Selain itu, terdapat ahli waris yang telah meninggal dunia bernama Azwin yang tidak memiliki ahli waris pengganti, yang berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. "Seharusnya Pengadilan Agama Medan mencegah hal tersebut terjadi, tetapi malah menutup mata dan klien kami telah melakukan upaya hukum untuk mencari keadilan dan menunda eksekusi," kata Said.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait