MEDAN, iNewsMedan.id - Anita Merida Simamora (55) menutup bab panjang perjalanan kariernya sebagai marketing di sebuah perusahaan swasta pada tahun 2020. Setelah memilih pensiun dini, ia melangkah ke dunia yang tak asing namun kini dijalani dengan makna yang lebih dalam yaitu dunia rajut. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, benang dan jarum crochet sudah menjadi bagian dari kesehariannya. Ia kerap mengikuti kelas keterampilan dan bermain dengan benang, menjadikannya lebih dari sekadar hobi masa kecil.
Kini, lewat Animers Craft, nama yang diambil dari singkatan namanya sendiri. Anita tampil sebagai pelaku UMKM yang menekuni seni rajut secara profesional. Menjadi hasil produk unggulannya adalah amigurumi, teknik merajut boneka kecil yang berasal dari Jepang, yang ia kembangkan dengan sentuhan kreativitas dan rasa. Bagi Anita, setiap karya rajutan bukan hanya hasil dari keterampilan tangan, tetapi juga pancaran cinta, kesabaran, dan keunikan yang tak mungkin digandakan oleh mesin.
“Animers itu singkatan dari nama saya, Anita Merida Simamora. Banyak yang mengira ini berhubungan dengan anime, padahal bukan. Tapi memang dari teknik rajutannya, saya bisa juga bikin karakter anime,” jelas Anita saat ditemui tim iNewsMedan.id di studio produksi rajutnya di Gang Bahagia No 26, Helvetia Timur Kecamatan Medan Helvetia pada Kamis (17/4/2025).
Anita berkisah, kecintaannya pada dunia rajut bukanlah hal yang datang tiba-tiba. Bahkan saat masih aktif bekerja di perusahaan, ia sudah menyempatkan diri bergabung dengan komunitas rajut yang rutin berkumpul setiap hari Sabtu. Di tengah kesibukan dan rutinitas kerja, aktivitas merajut menjadi pelarian yang menenangkan sekaligus menyenangkan. Benang-benang berwarna dan pola-pola rajutan seolah memanggil kembali kenangan masa kecilnya, saat pertama kali jatuh cinta pada kerajinan tangan di kelas keterampilan sekolah dasar.
Beragam Amigurumi dengan beberapa model seperti Beruang, Kelinci, Dinosaurus dan Labubu yang sudah siap untuk dipasarkan. (Foto: iNewsMedan.id/Mayfazri)
Setelah pensiun, hobi yang dulu hanya ditekuni di sela waktu luang itu akhirnya ia jalani dengan penuh keseriusan. Dengan tekad dan kemandirian, Anita mendaftarkan Animers Craft ke Dinas Koperasi dan UMKM Kota Medan. Tanpa bantuan modal dari pihak luar, ia membangun usaha ini dari nol, mengandalkan tabungan pribadi dan keyakinan bahwa benang-benang yang ia rajut bisa menjadi karya bernilai dan mendatangkan rezeki.
Usaha rajut milik Anita bermula pada Februari 2020 dengan nama sederhana Pondok Rumah Anita. Nama itu mencerminkan kehangatan dan kesederhanaan tempat ia mulai merajut mimpi. Namun seiring waktu, ia merasa perlu menghadirkan identitas yang lebih kuat dan mudah dikenali di pasar yang lebih luas. Maka, pada tahun 2023, nama itu resmi berganti menjadi Animers Craft, dengan harapan bisa membawa nuansa yang lebih modern dan berkelas internasional. Langkah itu semakin mantap saat pada 2025, ia mendaftarkan hak kekayaan intelektual (HAKI) atas produk-produknya, menandai keseriusannya membangun merek yang otentik dan terlindungi secara hukum.
Setiap hari, Anita menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga sambil terus menenun impian dari benang-benang rajut. Di salah satu sudut rumahnya, ia telah mengubah sebuah ruangan menjadi studio pribadi, tempat kreativitasnya tumbuh dan benang-benang warna-warni disulap menjadi karya seni yang unik. Untuk menghasilkan produk berkualitas, ia memilih bahan benang premium yang ia datangkan langsung dari Bandung dan Jakarta, karena jenis dan variasi benang di Medan masih terbatas.
Setiap jenis produk memerlukan benang khusus, benang untuk tas berbeda dengan benang untuk pakaian, dan lain lagi untuk boneka. Ketelitian dan pemahaman akan karakter setiap benang menjadi bagian dari keahliannya dalam menciptakan produk yang bukan hanya indah, tetapi juga tahan lama dan bernilai tinggi. “Semuanya masih saya kerjakan sendiri. Tapi kalau pesanan banyak, saya bisa ajak teman-teman dari komunitas rajut juga,” katanya.
Ragam produk rajutan Anita mencerminkan luasnya kreativitas dan keterampilannya. Dari boneka amigurumi yang menggemaskan, tas-tas rajut dengan detail rumit, topi hangat nan stylish, hingga baju rajutan yang elegan, semuanya dibuat secara manual dengan ketelitian tinggi. Setiap produk membutuhkan waktu dan perhatian yang berbeda. Untuk satu helai baju rajut, proses pengerjaan bisa memakan waktu hingga dua minggu, tergantung pada desain dan kerumitannya. Sementara itu, sebuah boneka amigurumi bisa diselesaikan dalam satu hari saja, menyesuaikan tingkat kesulitan dan jumlah detail yang harus dirajut.
“Pola-pola saya banyak pelajari dari Pinterest. Karena memang sudah hobi dari dulu, jadi sekalian saya produksi,” tutur Anita dengan senyum. Bahkan saat masih aktif bekerja di kantor, ia telah menerima berbagai pesanan, mulai dari kaus kaki, topi, hingga aksesori fesyen lainnya. Hobi yang dulu hanya menjadi pelengkap waktu luang itu kini telah tumbuh menjadi usaha yang penuh warna dan bernilai ekonomis.
Meski belum punya filosofi khusus dalam setiap karyanya, Anita sedang merancang kombinasi antara motif tenun Batak seperti ulos dengan rajutan, sebuah upaya untuk menonjolkan budaya Sumatera Utara sekaligus ikut melestarikannya.
Namun Anita tak menampik bahwa menjadi pelaku usaha handmade di Indonesia bukanlah perkara mudah. Ada tantangan besar yang kerap ia hadapi, terutama soal persepsi pasar. “Banyak orang masih menganggap produk handmade itu mahal,” ujarnya dengan nada pelan, namun tegas.
Karena selalu dibandingkan dengan buatan mesin, yang bisa diproduksi massal dalam waktu singkat. Padahal setiap karya handmade memiliki keunikan yang tak tergantikan. Meskipun pola yang digunakan sama, hasil akhirnya tak akan pernah benar-benar identik. Ada sentuhan tangan, ada rasa, ada cerita di balik tiap simpul benang yang terajut. “Itulah yang membuat handmade istimewa, karena tidak ada duanya,” ucap Anita, menyiratkan keyakinan bahwa nilainya lebih dari sekadar harga.
Anita punya mimpi besar, membawa rajutannya menembus pasar internasional. Mimpi itu mulai ia wujudkan lewat ajang BRI UMKM EXPO(RT) 2025 yang digelar di ICE BSD, Tangerang, pada 30 Januari hingga 2 Februari 2025. Acara ini menjadi panggung bagi 1.000 UMKM dari seluruh Indonesia untuk unjuk gigi dengan produk-produk yang kreatif, orisinal, dan penuh inovasi. Pengunjungnya pun datang dari berbagai daerah, bahkan luar negeri.
“Waktu itu saya lihat info nya di Instagram, terus langsung daftar sendiri. Padahal saya belum tahu juga harus bawa produk apa,” kenang Anita sambil tertawa kecil. Siapa sangka, dari langkah spontan itu, ia justru terpilih menjadi salah satu UMKM mewakili Kota Medan. Semua kebutuhan keikutsertaannya difasilitasi penuh, dari persiapan hingga keberangkatan ke lokasi acara.
Bagi Anita, pengalaman itu sangat berharga. Ia belajar banyak hal, mulai dari mengenalkan produk rajutan kepada pasar yang lebih luas, memahami minat pembeli, hingga mencoba sistem pembayaran digital seperti QRIS BRI. Tak kalah penting, ia juga memperluas jaringan, bertemu dengan sesama pelaku UMKM dari berbagai daerah. “Rasanya seperti dapat suntikan semangat baru. Produk saya jadi lebih dikenal, dan saya jadi makin yakin kalau rajutan bisa punya tempat di hati pasar,” ujarnya penuh antusias.
Event ini bukan hanya jadi batu loncatan, tapi juga bukti bahwa usaha kecil pun bisa melangkah jauh jika punya niat dan keberanian. "Saya harap ditahun depan saya dapat kesempatan lagi untuk bisa ikut program BRI EXPO berikutnya," ungkapnya.
Untuk menjangkau lebih banyak pelanggan, Anita memaksimalkan pemasaran produknya secara daring melalui berbagai platform media sosial. Lewat akun @animers.craft di Instagram, Facebook, dan WhatsApp, ia rutin membagikan foto-foto karyanya yang detail dan estetik, dari boneka amigurumi hingga tas dan pakaian rajut. Setiap unggahan tak hanya menampilkan produk, tapi juga menyiratkan cerita dan proses kreatif di baliknya, membuat pengikutnya merasa lebih dekat dan terlibat secara emosional.
Tak hanya mengandalkan media sosial, Anita juga memanfaatkan peluang pemasaran secara offline. Beberapa produknya kini bisa ditemukan di area Hak Market di Bandara Kualanamu, menjangkau para wisatawan dan pelancong yang mencari oleh-oleh unik dari Medan. Selain itu, ia aktif mengikuti berbagai bazar dan pameran, seperti di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) dan kegiatan yang diselenggarakan Dinas Koperasi dan UMKM. Bagi Anita, setiap kesempatan untuk tampil di ruang publik adalah momen berharga untuk memperkenalkan Animers Craft kepada lebih banyak orang dan memperluas jaringan.
Tahun 2025 bukan tahun yang mudah bagi para pelaku UMKM, termasuk Anita. Kondisi ekonomi yang lesu berdampak langsung pada penjualan. “Produk rajutan bukan kebutuhan primer, jadi memang terasa agak sepi,” ungkapnya jujur.
Namun, semangat Anita tak surut sedikit pun. Ia tetap setia di ruang rajutnya, memproduksi karya demi karya dengan ketekunan yang sama seperti saat awal memulai. Bahkan, dalam kondisi sulit pun, ia tak ragu saling bantu dengan sesama perajut. “Kadang ada teman yang bantu menjualkan, sehingga stok produksi harus tetap dibuat,” tambahnya.
Meski tantangan datang silih berganti, Anita tetap menatap masa depan dengan optimis. Ia tengah merancang langkah-langkah besar, ada rencana untuk membuka toko fisik yang juga berfungsi sebagai galeri, tempat orang bisa melihat langsung proses dan keindahan produk rajutannya. Tak hanya itu, ia juga sedang mencoba menjajaki kerja sama dengan hotel-hotel di Medan dan sekitarnya, agar produknya bisa menjadi suvenir khas daerah yang unik, buatan tangan, dan penuh nilai budaya.
Produk-produk Animers Craft hadir dalam berbagai bentuk dan harga, mulai dari aksesori kecil seharga Rp20.000 hingga karya eksklusif seperti tas atau pakaian rajut yang bisa mencapai Rp1,5 juta. Rentang harga tersebut sangat bergantung pada jenis bahan yang digunakan serta tingkat kerumitan proses pembuatannya. “Semakin detail polanya, tentu waktu pengerjaannya juga lebih panjang,” ujar Anita.
Salah satu pelanggan online asal Medan, Syifa Arifah (29), membagikan pengalamannya setelah membeli topi rajutan dari Animers Craft. Ia tak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap kualitas produk buatan tangan tersebut. “Begitu paketnya datang dan saya buka, langsung jatuh hati. Bahannya lembut, jahitannya rapi, dan modelnya lucu banget, benar-benar menggemaskan,” ujarnya.
Menurut Syifa, selain tampilannya yang estetis, topi rajutan dari Animers Craft juga nyaman dipakai dan terasa istimewa karena dibuat dengan penuh ketelatenan. “Kelihatan banget ini bukan produk massal. Ada sentuhan personal yang bikin beda,” tambahnya. Bagi Syifa, membeli produk dari UMKM seperti milik Anita bukan hanya soal belanja, tapi juga bentuk apresiasi terhadap kreativitas dan kerja keras pelaku usaha lokal.
Editor : Chris
Artikel Terkait