MEDAN, iNewsMedan.id - Tin Reihani Batubara (50) tak pernah menyangka bahwa langkah kecilnya di dunia bisnis akan membawanya menjadi pengusaha kain tenun dan batik khas Batak.
Awalnya, ia hanya ingin mencari jalan baru setelah berhenti bekerja sebagai staf keuangan di sebuah majalah. Dengan modal yang terbatas, ia memberanikan diri membuka butik pada tahun 2012, menjual pakaian bermerek dari Mangga Dua dan Tanah Abang.
Namun, perjalanan hidup sering kali menyimpan kejutan. Dari sekadar menjual pakaian, Tin Reihani justru menemukan panggilan yang lebih besar: melahirkan produk yang bukan hanya bernilai estetika, tetapi juga mengangkat budaya kain tradisional Sumatera Utara. Apa yang semula hanya usaha kecil kini berkembang menjadi misi pelestarian warisan leluhur melalui sentuhan kreatifnya dalam tenun dan batik.
"Berawal dari berhenti bekerja kemarin, saya kepikiran untuk buka usaha butik, tapi tidak menyangka bisa melangkah sejauh ini," ungkap Tin Reihani saat ditemui iNewsMedan.id di Galeri Rehani Tenun Batik Batak Melayu di Jalan Tangkul I No. 10B, Siderejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, Selasa (4/3/2025).
Tin Reihani Batubara, pengusaha tenun dan batik yang melestarikan budaya melalui fashion modern. (Foto: iNewsMedan.id/Mayfazri)
Kesadaran untuk memproduksi kain sendiri muncul saat Tin Reihani aktif mengikuti berbagai seminar dan pelatihan. Salah satu momen penting adalah ketika ia menghadiri acara yang diisi oleh Prof. Ritha Dalimunthe dari Cikal USU, sebuah wadah pembinaan bagi pengusaha yang memiliki produk sendiri.
"Kemarin awalnya saya hanya menjadi penjual, bukan produsen, tapi tetap saya mendaftarkan diri menjadi peserta binaan," ungkapnya sambil merapikan kain-kain tenun di galerinya.
Suatu hari, saat mendampingi tamu dari Selatpanjang berkunjung ke Istana Maimun, Tin Reihani tanpa sengaja menemukan kain songket yang dijual dalam kemasan kecil. Kain itu menarik perhatiannya bukan hanya karena keindahannya, tetapi juga karena potensinya untuk dijadikan sesuatu yang lebih dari sekadar lembaran kain tradisional.
"Saya kepikiran, dan muncul di benak saya, bagaimana jika songket ini diolah menjadi pakaian yang lebih modern?," ungkapnya dengan antusias.
Rasa penasaran dan semangat mencoba, Tin Reihan mulai bereksperimen membuat kemeja berbahan songket. Hasilnya di luar dugaan, banyak orang yang tertarik dengan konsep ini. Songket yang selama ini identik dengan kain adat dalam bentuk sarung atau selendang, kini bisa disulap menjadi busana elegan yang tetap mempertahankan nilai tradisional namun terasa lebih fashionable dan relevan dengan tren masa kini.
Melihat peluang ini, Tin Reihani kembali ke Cikal USU dengan membawa contoh produknya dan diterima sebagai anggota. Dari situ, kesempatan semakin terbuka. Ia mulai aktif mengikuti pameran, bergabung dalam berbagai acara dinas pemerintahan, dan memperkenalkan produknya ke lebih banyak orang. Puncaknya, produk baju tenun batiknya terpilih untuk mewakili Kota Medan dalam pameran Apeksi di Kalimantan. Namun, saat itu ia menghadapi kendala besar. Produksi masih terbatas karena belum memiliki alat tenun sendiri.
"Waktu itu menjadi hal yang cukup sulit ya, karena saya masih awal dan belum banyak belajar di bisnis ini, tapi tetap berusaha memberikan hasil terbaik," ujar Tin Reihani sambil merapikan model tenunan di galerinya.
Kesulitan itu justru memicunya untuk belajar lebih dalam. Pada tahun 2013, Tin Reihani mendapat kesempatan mengikuti pelatihan menenun dari Bank Indonesia.
Setahun kemudian, usahanya benar-benar dimulai. Dengan hanya satu alat tenun dan mengerjakan semuanya sendiri, ia mulai menerima pesanan termasuk proyek besar dari Dinas Koperasi untuk membuat seragam acara yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pesanan semakin banyak, dan ia mulai merekrut pekerja. Kini, Tin Reihani telah memperkerjakan 10 orang penenun, satu admin, dan dua penjahit.
Konsep yang diusungnya semakin berkembang. Ia tidak hanya menghasilkan kain tenun, tetapi juga mengombinasikannya dengan batik dalam satu desain. Bawahan berbahan tenun dan atasan batik menjadi ciri khas produknya. Tin Reihani pun berkolaborasi dengan Rina Batik untuk menghasilkan batik cap berkualitas.
Motif-motif yang diangkat pun beragam, mencerminkan budaya Melayu dan Batak, seperti Tepak Sirih, Keris Melayu, Mahkota Sultan, Putri Dua Segirik, Sampan Berlayar, Pulut Manis, Itik Pulang Petang, Pucuk Rebung, dan Tampuk Manggis.
Tin Reihani tetap mempertahankan teknik tenun tradisional dalam setiap karyanya, memastikan setiap helai kain yang dihasilkan memiliki nilai seni dan kualitas tinggi. Ia menggunakan berbagai jenis bahan, mulai dari poliester yang lebih ringan, rayon yang lembut, hingga katun dan sutra yang memberikan kesan mewah dan eksklusif.
Proses pengerjaan satu lembar kain songket tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa, membutuhkan ketelitian dan keterampilan tinggi. Setiap kain bisa memakan waktu hingga lima hari pengerjaan, tergantung pada kompleksitas motif dan detail yang diinginkan pelanggan.
Tak hanya fokus pada produksi kain dan pakaian, Tin Reihani juga peduli terhadap pemanfaatan limbah kain. Sisa-sisa bahan yang tidak terpakai diolah kembali menjadi beragam produk kreatif seperti tas, kalung, dan dompet, sehingga tidak ada yang terbuang sia-sia. Inovasi ini tidak hanya menambah variasi produk, tetapi juga mendukung prinsip ramah lingkungan dalam industri fashion.
Dari segi harga, kain tenun yang diproduksi memiliki rentang harga mulai dari Rp400.000 hingga lebih dari Rp1.000.000, tergantung pada jenis bahan, tingkat kerumitan motif, serta permintaan khusus dari pelanggan. Setiap lembar kain yang dihasilkan bukan sekadar material tekstil, melainkan karya seni yang mencerminkan kekayaan budaya Sumatera Utara.
Pasarnya pun semakin luas
Setiap tahun, Tin Reihani dipercaya oleh pemerintah Kota Medan untuk menyediakan seragam acara MTQ. Selain itu, produknya mulai dikenal hingga Jakarta dan berbagai kota lain, baik sebagai oleh-oleh maupun sebagai seragam adat untuk acara resmi.
Tak hanya menjadi tempat produksi, Rumah Reihan Tenun Batik juga menjadi wadah edukasi bagi pelajar internasional dan siswa magang dari SMK 1 Berastagi jurusan tekstil. Baru-baru ini, mereka menerima kunjungan pertukaran pelajar dari Gwangju, Tiongkok, yang tertarik mempelajari kain tradisional khas Medan.
Dukungan dari pemerintah pun terus mengalir. Selain mendapatkan bantuan alat dan bahan, Reihan Tenun Batik Batak sering diikutsertakan dalam pameran UMKM dan ajang promosi budaya, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Dalam hal pemasaran, Tin Reihani dan timnya memanfaatkan media sosial, terutama Instagram @rehanitenun, sebagai etalase digital untuk menarik pelanggan lebih luas.
Permodalan menjadi kunci penting dalam perkembangan usahanya. Pada awalnya, modal berasal dari dana pribadi. Namun, seiring dengan meningkatnya permintaan, Tin Reihani memutuskan untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI pada tahun 2016.
Program ini membantunya dalam memperbesar kapasitas produksi dan memenuhi pesanan yang semakin banyak. Kini, sistem pembayaran pun semakin mudah dengan dukungan transaksi digital melalui QRIS BRI.
Menjelang Ramadhan, Tin Reihani semakin giat mengembangkan inovasi baru untuk memperkaya koleksi produknya. Salah satu yang tengah ia kembangkan adalah kemeja kombinasi tenun dengan model Shanghai dan koko, yang dirancang khusus untuk memberikan kesan elegan namun tetap bernuansa tradisional.
Setiap potongan kain dipilih dengan cermat, mengombinasikan motif tenun khas dengan desain yang modern dan nyaman dikenakan, terutama untuk momen-momen spesial selama bulan Ramadhan.
Tak hanya itu, Tin Reihani juga mulai merancang motif-motif tenun eksklusif untuk koleksi tas. Setiap motif dirancang agar tetap mencerminkan kearifan budaya lokal namun tetap relevan dengan tren fashion masa kini.
Koleksi ini nantinya akan masuk dalam katalog produk unggulan, memberikan lebih banyak pilihan bagi pelanggan yang ingin tampil stylish sekaligus melestarikan warisan budaya melalui busana dan aksesori.
Ayu (45), seorang pelanggan setia yang bekerja di Dinas Pemerintahan Kota Medan, mengungkapkan kepuasannya terhadap produk dari Reihan Tenun Batik Batak. Baginya, setiap kain yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat baik, dengan tekstur yang nyaman dan tenunan yang rapi.
Hal yang paling ia kagumi adalah keunikan motif-motif yang diangkat, karena tidak hanya indah secara visual, tetapi juga sarat makna budaya khas Sumatera Utara.
"Hasil tenunnya sangat bagus, detail motifnya terlihat jelas dan khas. Saya suka karena desainnya tidak pasaran dan tetap mempertahankan unsur budaya lokal. Ini yang membuat kainnya lebih istimewa dan unik dibanding produk lain di pasaran," ujarnya dengan antusias.
Ke depan, Tin Reihani berharap usahanya bisa berkembang hingga ke pasar internasional. Ia juga ingin mengajak generasi muda untuk lebih mencintai wastra Nusantara.
"Kain tradisional kita punya warna yang cantik dan bisa mengikuti perkembangan fashion. Generasi muda harus bangga dan menjadikannya sebagai bagian dari identitas mereka," tutupnya.
Editor : Chris
Artikel Terkait