Peredaran uang palsu kembali meningkat di beberapa pasar tradisional dan pusat perbelanjaan di Indonesia, menimbulkan keresahan di kalangan konsumen dan pelaku usaha. Bank Indonesia (BI) bersama aparat kepolisian tengah gencar melakukan penyuluhan dan tindakan tegas untuk mengatasi masalah ini, namun dampak yang ditimbulkan cukup signifikan.
Menurut data terbaru dari Polri, jumlah kasus uang palsu yang terungkap pada tahun 2024 mengalami peningkatan lebih dari 20% dibandingkan tahun sebelumnya. Sindikat pemalsu uang semakin canggih dalam memproduksi uang palsu yang sulit dibedakan dengan aslinya. Hal ini membuat konsumen dan pedagang, terutama di pasar tradisional, semakin rentan menjadi korban penipuan.
Modus Operandi Pemalsuan yang Semakin Canggih
Pemalsu uang kini menggunakan teknologi cetak yang lebih modern, sehingga uang palsu yang dihasilkan hampir mirip dengan uang asli. Dalam banyak kasus, uang palsu ini beredar melalui transaksi-transaksi kecil di pasar, restoran, atau toko kelontong. Modus yang sering ditemui adalah pelaku memberikan uang palsu sebagai pembayaran, kemudian mengambil kembali barang atau kembalian yang lebih besar dari nilai uang palsu tersebut.
"Pelaku semakin pintar. Mereka bisa mencetak uang palsu dengan kualitas tinggi yang hampir tidak bisa dibedakan oleh masyarakat awam. Bahkan, dengan menggunakan perangkat scanner atau alat deteksi biasa, sulit untuk mendeteksi keaslian uang tersebut," ujar Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Dwi Santoso.
Cara Mengidentifikasi Uang Palsu
Sebagai upaya untuk melindungi diri, Bank Indonesia dan pihak kepolisian mengimbau konsumen untuk lebih teliti dalam memeriksa uang yang diterima. Ada beberapa cara sederhana yang bisa dilakukan untuk membedakan uang asli dan palsu:
1. Periksa dengan Sentuhan: Uang asli memiliki tekstur yang khas dan terasa kasar saat disentuh, terutama pada bagian angka dan gambar pada uang kertas. Uang palsu biasanya terasa halus dan tidak ada tekstur yang terasa.
2. Periksa Tanda Air: Setiap uang asli memiliki tanda air yang dapat terlihat jika dilihat dari arah cahaya. Tanda air ini sulit dipalsukan dengan kualitas yang sama.
3. Cek dengan Menggunakan Cahaya Ultraviolet (UV): Uang asli memiliki serat fluorescent yang dapat terlihat di bawah cahaya UV, sedangkan uang palsu tidak memiliki serat ini.
4. Periksa Nomor Seri: Uang asli memiliki nomor seri yang tercetak secara acak dan unik pada setiap lembar. Pastikan nomor seri pada uang yang diterima tidak sama dengan uang lainnya.
Tindak Lanjut dan Penanggulangan
Untuk mengurangi peredaran uang palsu, pihak kepolisian telah meningkatkan patroli dan operasi pemantauan di pasar-pasar tradisional dan tempat-tempat ramai lainnya. Selain itu, BI juga memperkenalkan aplikasi mobile untuk membantu masyarakat dalam memeriksa keaslian uang secara mudah dan praktis.
"Bank Indonesia bersama pihak terkait akan terus memperkuat sistem pengawasan dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya mengenali uang asli. Kami juga meminta pedagang dan konsumen untuk tidak segan-segan melaporkan apabila menemukan uang palsu," kata Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI, Fajar Arifianto.
Dampak Ekonomi yang Perlu Diwaspadai
Peredaran uang palsu yang masif tidak hanya merugikan konsumen dan pedagang, tetapi juga dapat menambah beban ekonomi negara. Uang palsu yang beredar dapat menyebabkan inflasi dan merusak stabilitas nilai tukar. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk lebih waspada dan berhati-hati dalam setiap transaksi.
“Jika peredaran uang palsu tidak segera ditanggulangi, dampaknya bisa sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. Masyarakat dan pedagang harus bersama-sama menjaga kelancaran transaksi dan memperhatikan tanda-tanda keaslian uang,” tegas Fajar.
Sebagai penutup, di tengah maraknya peredaran uang palsu, dibutuhkan kesadaran bersama dari semua pihak untuk lebih teliti dan selalu memeriksa uang yang diterima. Dengan langkah preventif yang tepat, kita dapat mencegah kerugian yang lebih besar dan menjaga stabilitas ekonomi di tanah air.
Artikel ini ditulis oleh Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Maurinda Cornelia Susilo
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait