DELISERDANG, iNewsMedan.id - Tragedi berdarah mengguncang Jalan Selambo Raya, Percut Sei Tuan, Deliserdang pada Selasa 22 Oktober 2024 dini hari tadi. Bentrokan antara dua kelompok massa yang memperebutkan lahan garapan mengakibatkan dua nyawa melayang.
Bungaran Samosir (51) dan Adam Djhorgi (27) menjadi korban dalam peristiwa berdarah ini. Saat sedang berjaga di posko, mereka tiba-tiba disergap oleh ratusan orang yang dilengkapi senjata tajam dan api.
Berikut kronologi konflik agraria berdarah tersebut.
1. Bentrokan antara dua kelompok massa terjadi di areal lahan garapan di Jalan Selambo Raya, Desa Amplas, Kecamatan Percut Segituan, Deliserdang, Sumatra Utara (Sumut) pada Selasa dini hari tadi. Bungaran Samosir (51) dan Adam Djhorgi (27) tewas.
2. Saat itu Bungaran dan Adam serta sejumlah warga lainnya sedang jaga malam di posko dan di bangunan yang sedang tahap pembangunan di areal lahan garapan tersebut.
3. Tiba-tiba datang komplotan lain yang berjumlah ratusan orang, menyerang dengan senjata tajam dan senjata api.
4. Mereka merupakan gabungan kelompok geng motor dan preman yang diperintah oleh kelompok mafia tanah.
5. Kapolsek Medan Tembung, Kompol Jhonson Sitompul belum dapat memastikan kelompok mana saja yang terlibat dalam bentrokan itu, maupun motif yang memicu bentrokan tersebut.
6. Sedangkan Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Medan Tembung, AKP Japri Simamora, menyebut peristiwa bentrok itu dipicu permasalahan penguasaan tanah di areal lahan garapan tersebut.
7. Pernyataan Japri ini menegaskan bentrok akibat permasalahan tanah. Kelompok yang saat ini menggarap dan membuka posko di lahan itu diserang. Tapi kita belum tahu dari pihak penggarap mana yang menyerang. Ini masih ditelusuri," sebutnya.
8. Sementara lahan yang menjadi ajang konflik adalah lahan eks HGU (Hak Guna Usaha) PT Perkebunan Nusantara 2 Tanjung Morawa.
9. Namun tidak diketahui secara pasti berapa luasan eks HGU PTPN 2 Tanjung Morawa di kawasan yang berbatasan langsung dengan Kota Medan tersebut.
10. Namun puluhan hektare lahan saat ini sudah dikuasai warga dan petani penggarap untuk rumah tempat tinggal dan lahan pertanian.
11. Kemudian masih ada ratusan hektare lainnya yang kini dikuasai para mafia tanah dengan dibekingi oknum pimpinan organisasi kemasyarakatan (ormas) kepemudaan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait