Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU, Taufik Ariyanto mengakui bahwa RPM merupakan perjanjian antara produsen dan distributor yang masih pro-kontra. Dia mengungkapkan kalau laporan sengketa terkait RPM sangat jarang.
Taufik melanjutkan, RPM bisa jadi ada keuntungan terkait pengawasan dalam jalur distribusi berkenaan dengan harga tetapi juga memiliki kerugian. Dia mengatakan, sudah menjadi tugas KPPU untuk memastikan keuntungan yang diperoleh dari RPM lebih besar daripada kerugian yang dihasilkan.
"Dan ini yang menjadi titik tolak apa yang dilakukan KPPU dalam menghadapi kasus seperti ini," katanya.
Dia mengatakan bahwa RPM merupakan praktek yang biasa di Indonesia. Artinya, sambung dia, produsen ingin memastikan barang yang dijual sampai ke konsumen dengan standar service dan after sales serta harga yang wajar dan pantas.
Dia mengatakan, KPPU juga tidak mempermasalahkan setiap pelaku usaha untuk melakukan aksi korporasi hingga manajemen jalur distribusi. Dia menambahkan, asalkan kebijakan-kebijakan itu dilakukan dengan tetap mematuhi rambu-rambu yang ada.
"Selama RPM tidak menimbulkan perang harga yang tidak terkontrol, terutama dalam jalur distribusi yang sama atau intra brand competition dan agar retailer tidak saling memakan retailer lain untuk produk yang sama," katanya.
Editor : Ismail
Artikel Terkait