Ditolak? Problematika Terbitnya UU Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan Tahun 2023

Jafar
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

MASYARAKAT memberikan penolakan pada rancangan UU Cipta Kerja karena terdapat pasal-pasal bermasalah meliputi ketenagakerjaan, pendidikan, pers, hingga lingkungan hidup. Banyak yang menyuarakan bahwa Rancangan UU Cipta Kerja berisi pasal-pasal yang dapat mengancam hak pekerja mendapatkan kondisi kerja yang adil dan menyenangkan. Kekhawatiran yang timbul adalah peluang UU ini disalahgunakan dan membahayakan hak pekerja karena memberikan ruang bagi perusahaan dan korporasi untuk mengeksploitasi tenaga kerja. Beberapa isu di antaranya terkait dengan cuti haid, kebijakan PHK, kontrak PKWT hingga masalah waktu lembur.

Pertama, Beberapa permasalahan utama mulai dari batas waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) hingga kemudahan prosedur pemutusan hubungan kerja (PHK). Isu-isu utama yang berulang dikritik oleh gerakan pekerja dan serikat pekerja, sama sekali tidak berubah karena pengaturannya disalin saja dari ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja. Berbagai masalah yang disebut krusial untuk direvisi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan juga tetap belum tersentuh.

Ada Sejumlah pasal problematik dalam Undang-Undang Cipta Kerja, masih dipertahankan dalam Perpu Cipta Kerja. Warisan permasalahan dari UU Cipta Kerja belum diselesaikan. Begitu juga dengan aturan terkait PHK berdasarkan pemberitahuan. Ada banyak PHK massal yang dilakukan dan PHK berdasarkan pemberitahuan yang lebih mudah dilakukan karena Undang-Undang Cipta Kerja membuka kesempatan itu. Selain itu, aturan lainnya adalah terkait kemudahan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) alias pekerja kontrak. Aturan terkait durasi masa kerja PKWT juga tidak berubah sama sekali.

Jadi masalah-masalah yang problematik yang ada dalam UU 11/2020 (UU Cipta Kerja) masih terus ada dalam Perppu 2/2022 (Perppu Cipta Kerja) dan menjadi masalah warisan yang tidak diselesaikan oleh pemerintah. Perppu 2/2022 justru menambah ketidakpastian hukum aturan ketenagakerjaan. Terdapat dua perubahan substanstif dalam kluster ketenagakerjaan Perppu Cipta Kerja meliputi masalah pengupahan dan alih daya atau outsourcing. Kedua perubahan substansi tersebut justru menambah ketidakpastian hukum terhadap aturan mana yang akan berlaku.

Kami selaku mahasiswa Magister Ilmu Manajemen Universitas Sumatera Utara berharap Undang-Undang Cipta Kerja dapat dipertimbangkan kembali untuk menjadi Undang-Undang yang sesuai dengan aturan sebagaimanamestinya. Kedepannya diharapkan Masalah Undang-Undang maupun Perppu Cipta Kerja merupakan kewenangan pemerintah pusat. Namun, disnaker juga harus ikut didalam pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) tersebut yang diharapkan dapat memberikan masukan secara konkret ke Pemerintah Pusat dalam perlindungan sosial ketenagakerjaan. Dalam konteks ini, seluruh pekerja ataupun yang berkepentingan di daerah tetap membutuhkan kepastian regulasi agar bisa melaksanakan aturan yang jelas di daerah. Bagaimanapun juga, pekerja dan dunia usaha membutuhkan kepastian regulasi dan kami bisa melaksanakan keputusan yang lebih baik.

Artikel ini dibuat oleh Novita Ananda dan Rini Mutia Pradifta. Mahasiswa Magister Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Dengan Dosen pengampu Prof. Dr. Elisabet Siahaan SE. M. Ec.

Editor : Odi Siregar

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network