“Padahal pada Januari lalu, menteri yang sama sudah menyatakan tidak ada power wheeling. Hal ini harus menjadi perhatian serius Presiden Jokowi saat ini. SP PLN meminta presiden jangan meninggalkan legacy, yang bisa memuat PLN ambruk dimasa kepeminpinannya,” ungkap Abrar.
Sikap plin-plan pemerintah terhadap isu skema power wheeling, menurut Abrar, bukti pemerintah saat ini tidak memiliki konsep tata kelola energi listrik nasional yang baik dan benar.
“Kita berharap para Capres yang akan berkontestasi pada Pilpres 2024 mendatang harus memberikan perhatian serius terhadap tata kelola energi listrik tersebut. Perlu kami sampaikan, pengelolaan energi listrik yang salah akan menyebabkan pembangunan terhambat. Demikian sebaliknya. Artinya ada korelasi yang signifikan antara pengelolaan listrik dengan pembangunan nasional,” ungkap Abrar.
Masih menurut Abrar, isu soal power wheeling menjadi hal menarik ketika berbicara soal kesejahteraan masyarakat. Soalnya, skema ini (power wheeling) akan memicu tarif listrik yang mahal karena pembangkit listrik berbasis EBT yang dibangun swasta tentu akan lebih mahal.
“Tentu yang akan menanggung beban tersebut adalah konsumen dalam hal ini masyarakat secara umum. Padahal sebenarnya, saat ini pasokan listrik berbasis EBT dari PLN pun telah cukup untuk memenuhi kebutuhan energi listrik nasional, sehingga tidak perlu peran swasta untuk menambah pasokannya,” ungkap Abrar.
Editor : Ismail
Artikel Terkait