Sekretaris DPD Partai Gerindra Sumut, Sugiat Santoso, menilai peran generasi muda sangat penting dalam menghadapi badai polarisasi. Selain karena generasi muda yang dianggap sebagai agen perubahan, jumlah pemilih yang kebanyakan dari kalangan generasi muda tersebut juga menjadi alasannya.
“Generasi muda ini memegang peranan penting. Termasuk untuk mencegah terjadinya polarisasi. Tapi sesungguhnya, menurut saya problem pemilu itu bukan polarisasi, alih-alih politik uang. Money politic ini yang jadi tugas kita bersama dalam memberantasnya. Mahasiswa punya tanggung jawab bagi kesehatan demokrasi,” kata Sugiat.
Ketua Dewan Pakar DPW Partai NasDem Sumut, Rahudman Harahap menilai ada tiga faktor yang dapat menyebabkan polarisasi terjadi. Mulai dari faktor politik, faktor sosial, sampai faktor ekonomi.
“2024 ini akan jadi pemilu yang paling dinamis, faktornya bisa jadi karena persaingan yang ketat karena banyak kandidat yang memiliki peluang yang cukup besar. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan politik, akses informasi yang masif dan tak terkontrol ini juga dapat meningkatkan polarisasi,” katanya.
Rahudman menambahkan guna mencegah fenomena polarisasi seluruh elemen diharapkan bersama menciptakan iklim politik yang kondusif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara tidak membawa SARA dan melakukan pengawasan pada media sosial.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Ikatan Mahasiswa Doktor Ilmu Komunikasi USU, Irsan Mulyadi mengatakan instrumen dalam polarisasi politik salah satunya media sosial. Ia menilai sangat perlu memberikan pemahaman kepada para pemilih, khususnya pemilih muda dalam melihat konten yang berkaitan dengan politik dan pemilu.
"Agak sulit memang jika seseorang sudah punya pilihan, jika ada konten yang dianggap merugikan pilihan yang lain maka kecenderungan untuk membagikan di media sosial itu relatif lebih besar tanpa kroscek terlebih dahulu. Inilah yang menjadi pemicu rusaknya hubungan kekerabatan di lingkungan masyarakat" katanya.
Irsan berharap, jelang pemilu 2024 tidak ada lagi masyarakat yang menghapus dan memblokir pertemanan di media sosial akibat perbedaan pilihan, menurutnya literasi media dan politik menjadi kunci agar potensi polarisasi dapat dicegah.
Editor : Ismail
Artikel Terkait