MEDAN, iNewsMedan.id - Pembukaan aktifitas ekonomi (lockdown) yang selama ini banyak diterapkan di sejumlah daerah di China cukup direspon positif. Pasalnya, pembukaan lockdown tersebut justru menimbulkan sikap optimis di banyak Negara di dunia tanpa terkecuali Indonesia khususnya Sumatera Utara (Sumut).
Namun pada Minggu kemarin, dalam kongres rakyat nasional (NPC) China mematok pertumbuhan ekonominya di tahun 2023 sebesar 5 persen.
Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, yang paling terasa bagi wilayah ini adalah harga CPO dunia yang sempat di level 4.351 ringgit per ton pada akhir pekan sebelumnya, dan kini turun di kisaran level 4.248 ringgit per ton.
"Ini merupakan dampak nyata yang terlihat dari penetapan target pertumbuhan ekonomi China. Jadi kebijakan penetapan pertumbuhan ekonomi China yang terbilang rendah ini bisa jadi masalah bagi perekonomian Sumut," katanya di Medan, Selasa (7/3/2023).
Gunawan menjelaskan, sekalipun motor penggerak ekonomi Sumut masih di dominasi oleh konsumsi rumah tangga. Akan tetapi harapan akan kenaikan harga sawit di tingkat petani saat ini, tidak sebaik ekspektasi kenaikan harga saat China membuka lockdown di negaranya.
Meski demikian kita menunggu sentimen lainnya. Hal yang kita harapkan dapat mendorong pemulihan harga CPO nantinya.
"Dengan kebijakan China tersebut, Sumut harus melakukan beberapa upaya agar ekonomi Sumut di tahun ini tidak menuju pada ekspektasi yang paling rendah. Sejauh ini saya masih mempertahankan ekspektasi pertumbuhan ekonomi Sumut di tahun 2023 sebesar 3.2 persen hingga 4 persen," jelasnya.
Gunawan menuturkan, dia masih berharap demand untuk komoditas unggulan Sumut masih bisa mengandalkan sejumlah Negara seperti Pakistan, India, AS dan sejumlah Negara asia lainnya.
Kalau berharap dari Eropa kurang bisa diandalkan, karena Uni Eropa telah menyetujui rencana Undang-undang deforestasi. Yang pada akhirnya akan membuat permintaan minyak sawit dari Indonesia mengalami penurunan.
"Sumut juga bisa melakukan sejumlah upaya lainnya untuk meredam tekanan pertumbuhan ekonomi. Seperti akselerasi belanja pemerintah yang dipercepat, penyaluran bantuan sosial tunai, dan mempercepat proyek pembangunan multi years Sumut yang menelan anggaran mencapai Rp2.7 triliun. Jadi itu beberapa amunisi di Sumut untuk menggenjot pertumbuhan," ungkapnya.
Selanjutnya, konsumsi CPO untuk bahan bakar solar juga bisa dijadikan alternatif dalam mensiasati kemungkinan potensi penurunan ekspor CPO ke Negara lain.
Karena kebijakan China tersebut bukan satu satunya ancaman, ada ancaman resesi di AS yang juga berpeluang turut mendorong penurunan harga dan permintaan komoditas di Sumut.
"Untuk Sumut sendiri komoditasnya itu bukan hanya sawit, masih ada karet, kopi maupun kakao yang menjadi penggerak ekonomi di wilayah ini," pungkasnya.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait