Mewaspadai kondisi seperti ini, Ridho mengingatkan agar para pelaku usaha tidak memanfaatkan situasi untuk mengeruk keuntungan berlebih. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan pelaku usaha dalam situasi seperti ini, seperti melakukan kartel untuk menahan harga tinggi meskipun misalnya harga gandum internasional sudah menurun.
Secara struktur pasar, tepung terigu yang dipasarkan di Kota Medan masih didominasi produk dari Bogasari. Produsen lain yang juga masuk ke pasar Medan antara lain dari Bungasari, Wilmar, Carestar, agri First, Pundi Kencana dan sebagainya. Umumnya dijual dalam bentuk sak 25 kilogram atau per 1 kilo.
Adapun hal lain yang dapat dilanggar oleh penjual misalnya dengan melakukan praktek tying and bundling. Praktik tying adalah upaya yang dilakukan pihak penjual yang mensyaratkan konsumen untuk membeli produk kedua saat mereka membeli produk pertama, atau paling tidak konsumen sepakat untuk tidak membeli produk kedua di tempat lain. Sedang praktik bundling adalah upaya penjualan beragam produk dalam satu paket secara bersama-sama.
"Kita ketahui, ada tiga tipe tepung terigu, yang protein tinggi, sedang dan rendah. Sangat mungkin terjadi peralihan koonsumen dari yang biasa menggunakan protein tinggi beralih ke protein rendah. Agar yang protein tinggi tetap laku, misalnya distributor mensyaratkan grosir untuk tetap membeli tepung terigu protein tinggi jika mau membeli tepung yang protein rendah," jelas Ridho.
Temuan sementara KPPU Kanwil I terkait pemantauan tepung terigu belum menemukan adanya praktik tying atau perilaku persaingan usaha tidak sehat yang lain. KPPU berharap setiap pihak tidak melakukan pelanggaran UU No. 5/1999, khususnya dalam kondisi masyarakat yang masih berhati-hati terhadap ancaman inflasi tinggi.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait