MEDAN, iNews.id - Ombudsman RI Perwakilan Sumut meminta agar Wali Kota Medan, Bobby Nasution, turut mengawasi penyelenggaraan Progam Pendidikan Khusus Akselerasi (percepatan) bagi peserta didik yang memiliki potensi Cerdas Istimewa atau Bakat Istimewa (CI-BI).
Hal itu terkait adanya keluhan masyarakat yang diduga mengalami pungutan liar (Pungli) pada saat proses perekrutan calon siswa/siswi yang akan mengikuti Program Kelas Akselerasi.
“Pengawasan langsung dari Pak Wali Kota ini sangat penting. Sebab, ada orang tua siswa yang mengeluhkan besarnya biaya yang harus disiapkan siswa untuk mengikuti seleksi Program Kelas Akselerasi tersebut,” ungkap Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar. Minggu, (29/05/2022).
Lebih lanjut, Abyadi mengatakan, dirinya menerima keluhan itu usai para orang tua siswa datang berkonsultasi terkait adanya satuan pendidikan dasar (sekolah) di Kota Medan yang membuka Program Kelas Akselerasi bagi para siswa yang memiliki potensi CI-BI.
“Yang menjadi persoalan yang dikeluhkan masyarakat orang tua siswa adalah, biaya pendaftaran seleksi program kelas akselerasi tersebut yang dinilai terlalu mahal,” jelas Abyadi.
Abyadi mengungkapkan bahwa, menurut penjelasan orang tua siswa, seleksi Program Kelas Akselerasi di sekolah negeri tersebut mematok biaya sebesar Rp 800 ribu. Dengan rincian, biaya tes psikologi sebesar Rp 300 ribu dan tes Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling and Insting (STIFIn) sebesar Rp 500 ribu.
Abyadi juga menerangkan, STIFIn merupakan sebuah konsep untuk mengindentifikasi kecerdasan manusia berdasarkan sistem operasi otak yang dominan dan dapat diketahui dengan memindai sidik jari.
Maka dari itu, ujar Abyadi, menurut orang tua siswa, biaya itu terlalu memberatkan di tengah situasi ekonomi sekarang. Sebab, biaya tersebut terlalu mahal bila dibandingkan dengan sekolah swasta.
"Karena di sekolah swasta yang juga menerapkan Program Kelas Akselerasi (percepatan), menurut orangtua siswa, biaya pendaftarannya hanya Rp 150 ribu s/d Rp 200 ribu. Karena itu, orangtua siswa itu memohon agar Ombudsman RI Perwakilan Sumut menindaklanjuti masalah ini," terangnya.
Abyadi juga menyarankan, proses seleksi untuk masuk dalam program pendidikan akselerasi (percepatan) itu agar merujuk pada PP No 17 Tahun 2010. Di mana, Pasal 135 ayat (3) dijelaskan, bahwa program percepatan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi CI-BI, dilakukan dengan persyaratan tes psikologi untuk mengukur bakat istimewa yang dimiliki calon siswa.
“Jadi, proses seleksi program kelas akselerasi itu, sebaiknya mengacu pada ketentuan dan peraturan. Jangan ditambah-tambah, seperti tes STIFIn yang justru berdampak pada penambahan biaya yang memberatkan orang tua siswa. Ketentuannya sudah jelas diatur dalam pasal ayat (3) pasal 135 PP No 17 tahun 2010,” pungkasnya.
Abyadi juga menambahkan, ada sejumlah alasan meminta Wali Kota Medan, agar langsung mengawasi Penyelenggaraan Progam Pendidikan Khusus Akselerasi (percepatan). Di mana, selain tingginya biaya seleksi, pernah juga ada wacana pemerintah untuk menghapus program pendidikan akselerasi (percepatan) tersebut.
Sambung Abyadi, wacana penghapusan itu pernah dilontarkan oleh Dirjen Pendidikan Menengah (Dikmen) Kemendikbud Achmad Jazidie pada 2014 silam. Bahwasanya, Dirjen Dikmen menjelaskan, siswa yang memiliki potensi CI-BI, dapat mempercepat masa studi dengan mengikuti Sistem Kredit Semester (SKS), sebagaimana diatur dalam Pasal 135 ayat (4) PP No 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Abyadi menjelaskan, menurut Achmad Jazidie, ada dua alasan penutupan kelas tersebut. Pertama siswa CI-BI diharapkan dapat memberi manfaat kepada teman sekelas lantaran tidak berada di kelas eksklusif atau terpisah. Kedua, melalui SKS, tak menutup kemungkinan siswa dapat mempercepat waktu belajarnya.
Senada dengan itu, Abyadi menegaskan bahwa, Pemko Medan jangan sampai menyelenggarakan program pendidikan yang justru sudah dihapus oleh pemerintah. Bahkan, menerapkan biaya yang memberatkan masyarakat. “Saya kira, ini penting menjadi perhatian serius Pak Wali Kota,” tegasnya.
Abyadi pun menyarakan, tes seleksi masuk program akselerasi (percepatan) itu agar diserahkan kepada pihak rumah sakit pemerintah. Lalu, tidak perlu melakukan tes STIFIn. Harapannya, biaya itu akan terjangkau bagi orang tua siswa.
Diketahui, sesuai pasal 134 PP No 17 Tahun 2020, dijelaskan, bahwa pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi CI-BI, berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai karakteristik keistimewaannya.
Kemudian, pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi CI-BI, bertujuan untuk mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.
Editor : Odi Siregar