Keberadaan Dispute Board juga digunakan oleh Bank Dunia secara resmi pada tahun 1995 dimana pada saat itu dipublikasikannya Standar Dokumen Penawaran Bank Dunia dengan melakukan modifikasi pada persyaratan Federation Internationale des Ingenieur Counsiels (FIDIC) dengan menghilangkan ketentuan Engineer’s Decision dengan mengalihkannya kepada Dispute Board.
Praktik Dewan Sengketa Konstruksi di beberapa negara sudah sering kali digunakan. Dimana sebanyak 98% hasil putusan Dewan Sengketa disetujui oleh para pihak. Menurut studi yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) pada penggunaan Dewan Sengketa, dari 237 rekomendasi pencegahan sengketa, hanya 22 sengketa (7%) yang menjadi sengketa dan dari 512 putusan sengketa, hanya 37 sengketa (6%) yang berlanjut ke arbitrase.
Sementara itu Peter H.J Chapman dalam tulisannya The Use of Dispute Boards on Major Infrastructure Project (2015) berdasarkan data The Dispute Resolution Board Foundation (DBRF), pada awal tahun 2007 sudah lebih dari 1350 proyek menggunakan Dispute Board dengan total nilai proyek mendekati USD140M. Walaupun masalah kerahasiaan tetap menjadi perhatian, hampir 2500 perselisihan telah menjadi objek dari keputusan Dispute Board. Menurut penelitian DBRF terungkap bahwa lebih dari 98% perselisihan yang masuk ke Dispute Board dapat diselesaikan permasalahannya dengan menggunakan keputusan dari Dispute Board. Sedangkan 2% sisanya dirujuk ke arbitrase/pengadilan. Setengahnya menegakkan keputusan Dispute Board dan kurang dari 1% membatalkan keputusan Dispute Board.
Menurut Sarwono Hardjomuljadi,2018 suatu dewan sengketa sudah dibentuk sejak awal mulai proyek, dewan sengketa juga harus diberikan dokumen kontrak seperti persyaratan kontrak, gambar, spesifikasi dan program kerja. Kelengkapan dokumen kontrak tersebut dibutuhkan agar para anggota dewan sengketa menjadi terbiasa dengan proyek yang sedang dikerjakan. Dewan sengketa melakukan kunjungan lapangan secara teratur untuk bertemu dan mengamati kemajuan dan jika ada permasalahan proyek.
Para anggota dewan sengketa yang sudah terlibat sejak awal, memahami isi kontrak, dan mengetahui perkembangan proyek, maka ketika terjadinya sengketa dewan sengketa tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memberikan pertimbangan. Dapat diartikan disini bahwa peran dewan sengketa utamanya adalah membatu para pihak untuk menghindari sengketa dan menyelesaikannya melalui negosiasi yang bersifat kekeluargaan. Akan tetapi jika para pihak tersebut gagal menyelesaikan sengketanya langkah berikutnya yaitu menyampaikannya kepada dewan sengketa untuk dimintakan penetapan. Sehingga dapat dipahami disini dewan sengketa berfungsi untuk mencegah terjadinya sengketa dan penyelesaian sengketa secara dini tanpa menyimpan sikap permusuhan.
Editor : Odi Siregar