JAKARTA, iNews.id- Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P, M.Si, sebagai pemateri kedua dalam webinar Ngobrol Bareng Legislator, Kamis (29/4) mengatakan jika pandemi COVID-19 telah memberikan dampak pada perekonomian, stabilitas keuangan, dan masyarakat rentan.
Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P, M.Si mengatakan bahwa kebijakan fiskal diperlukan untuk mempercepat upaya Pemulihan Ekonomi Nasional. Lebih jauh lagi, dia kemudian menjelaskan dampak yang dihasilkan oleh program Pemulihan Ekonomi Nasional di Indonesia.
"Pertama, Indikator PMI Manufaktur Indonesia di bulan Mei 2021 mencapai 55,3 yang menunjukkan terjadinya ekspansi selama 6 bulan berturut-turut. Selanjutnya, indikator google mobility dan konsumsi listrik menunjukkan aktivitas ekonomi terus menunjukkan perbaikan," bebernya.
Terakhir, adanya penurunan tingkat pengangguran menjadi 6,26% di bulan Februari 2021 dari sebelumnya sebesar 7,07% di bulan Agustus 2020. Selain beberapa dampak tersebut, stimulus fiskal dilihat juga memberikan dampak pada pilar “social” dan “economic development” khususnya pencapaian SDGs 8 (Decent work and Economic growth), SDGs 3 (Health and Wellbeing), dan SDGS 9 (Industry, Innovation and Infrastructure). Namun stimulus fiskal dinilai rendah dampaknya untuk “environmental development” khususnya pencapaian SDGs 7 (affordable clean energy), SDGs 6 (clear water & sanitation), SDGs 13 (climate action), dan SDGs 15 (Life on Land).
Untuk terus meningkatkan kebijakan fiskal di Indonesia, maka perlu adanya pembelajaran yang diambil berdasarkan kebijakan negara lain, misalnya Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Terdapat beberapa hal yang bisa dipelajari dari negara lain mengenai stimulus untuk mendukung pertumbuhan sektor riil antara lain mengenai subsidi upah, pemberian konsultasi bisnis bagi UMKM yang terdampak, memberikan hibah atau bantuan untuk perusahaan atau UMKM yang baru berdiri dengan melibatkan banyak tenaga kerja, dan subsidi biaya sewa tanah dan gedung untuk lokasi usaha UMKM.
Selain itu, perlu juga untuk menerapkan sustainability subsidy, yaitu memberikan bantuan kepada UMKM yang terdampak, misalnya seperti di Jepang yang memberikan bantuan sebesar 500.000 - 2,5 juta yen pada UMKM terdampak, serta subsidi asuransi ekspor.
Selanjutnya, terdapat beberapa hal yang dapat dipelajari mengenai stimulus yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan permintaan, antara lain bantuan sosial, subsidi traveling, serta relaksasi pembayaran premi asuransi jiwa, kesehatan, dan properti.
"UMKM di Indonesia sendiri membutuhkan bantuan di masa pemulihan ekonomi yaitu bantuan permodalan, bantuan pendampingan dan konsultasi bisnis, serta perizinan dan regulasi. Maka dari itu, dibuatlah kebijakan fiskal 2022 yang bertujuan untuk pemulihan ekonomi dan reformasi struktural," terangnya.
Kebijakan ini berfokus pada pengendalian COVID-19 dengan tetap memprioritaskan sektor kesehatan, menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan, peningkatan SDM yang unggul, berintegritas, dan berdaya saing, membangun infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adaptasi teknologi, penguatan desentralisasi fiskal, serta melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero-based budgeting.
Namun, terdapat beberapa tantangan untuk dapat mewujudkan kebijakan tersebut. Pertama, perlu ditingkatkan realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional, terutama bagi UMKM dan korporasi, menjadi sebesar 71,5%. Dana tersebut akan digunakan untuk kebutuhan UMKM seperti permodalan, subsidi listrik, dan relaksasi pembayaran kredit. Selanjutnya, perlu adanya penurunan pendapatan dari pajak namun beban belanja sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi meningkat. Terakhir, dikarenakan masih rentannya kondisi ekonomi akibat pandemi COVID-19, diperlukan adaptasi masyarakat terhadap krisis transformasi digital dan dibutuhkannya akselerasi terhadap isu lingkungan hidup dan perubahan iklim.
"Dengan begitu, masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup dalam menghadapi transformasi digital serta membantu mewujudkan kebijakan fiskal 2022," pungkasnya.
Anggota Komisi I DPR RI, Prod. Dr. H. Sjarifuddin Hasan, MM., MBA, mengatakan jika realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga bulan Desember 2021 sudah dicairkan sebesar Rp519,69 triliun atau 69,8% dari total pagu anggaran program yang sebesar Rp744,7 triliun.
"Program tersebut direalisasikan pada 5 klaster yaitu kesehatan, perlindungan sosial, program prioritas, dukungan UMKM dan korporasi, serta insentif usaha besar," ujar Syarifuddin dalam Webinar Ngobrol Bareng Legislator, Kamis (28/4).
Dia mengatakan Pemerintah Indonesia menargetkan defisit anggaran dalam RAPBN 2022 pada kisaran 45% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kebijakan fiskal 2022 dirancang untuk tetap ekspansif guna mendukung percepatan pemulihan sosial-ekonomi dan tetap menyehatkan APBN.
Editor : Ismail