JAKARTA, iNews.id - Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto secara resmi mengumumkan kebijakan terbaru soal ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng. Efektif pada tengah malam ini, kata Airlangga, pemerintah melarang ekspor untuk semua produk Crude Palm Oil (CPO), Red Palm Oil (RPO), RBD palm olein, pome, dan use cooking oil.
"Ini seluruhnya sudah tercakup dalam Peraturan Menteri Perdagangan yang akan berlaku mulai pukul 00.00 WIB malam ini,” kata Airlangga Hartato, Rabu malam, (27/4/2022). Adapun alasan pemerintah melarang produk-produk sawit itu karena memprioritaskan kepentingan masyarakat, yang pada gilirannya untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng.
Keputusan yang diambil pemerintah diapresiasi Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang. Menurut Sahat, pelarangan semua produk CPO, RPO, RBD palm olein, pome, dan use cooking oil membuktikan Presiden Joko Widodo membela kepentingan pangan murah untuk rakyat ketimbang membela pengusaha kakap perkebunan sawit.
"Sekali lagi Jokowi membuktikan bahwa dia adalah Presiden yang mendengar aspirasi rakyat. Betapa hari - hari kita saat ini sangat sulit akibat kenaikan harga minyak goreng." kata Sahat Simatupang, Rabu malam, (27/4/2022).
Perhimpunan Pergerakan 98, sambung Sahat, membatalkan rencana aksi unjuk rasa bertepatan pemberlakuan larangan ekspor minyak goreng mulai 28 April 2022 karena selama empat hari sejak 23 April hingga 26 April 2022, simpang siur apakah CPO masih bisa diekspor.
"Tapi setelah malam ini ada keputusan pemerintah menghentikan semua produk CPO, RPO, RBD palm olein, pome, dan use cooking oil itu sangat tepat diberlakukan. Jadi mahluk - mahluk nyinyir yang mengatakan Jokowi takut melarang ekspor CPO karena ditekan pengusaha sawit kakap, tidak terbukti." ujar Sahat.
Justru, sambung Sahat, akibat banyaknya pengusaha yang tidak mematuhi kewajiban Domestic Market Obligation atau DMO sehingga harga minyak goreng dalam negeri mahal, maka Jokowi tepat bertindak tegas."Negara ini bukan pengusaha yang atur. Sudah saatnya Jokowi memperlihatkan kepada rakyat yang mulai ragu kepadanya, Jokowi tertawa dan menangis bersama rakyat." ujar jurnalis Tempo ini.
Meski mendukung kebijaan pelarangan ekspor CPO, RPO, RBD palm olein, pome, dan use cooking oil, Sahat dan para aktivis 98 mengingatkan pemerintah agar memperhatikan nasib petani sawit kecil yang menjual Tandan Buah Segar atau TBS kepada pengusaha pemilik Pabrik Kelapa Sawit.
"Kedepannya pemerintah perlu memikirkan agar petani sawit kecil tidak lagi hanya menjual TBS tapi sudah dalam bentuk CPO agar bernilai tambah. Koperasi di desa atau dana badan usaha milik desa bisa membangun PKS mini agar petani kecil tidak tergantung pada pemilik PKS." ujar Sahat.
Selain itu, ujar Sahat, pihaknya juga mengingatkan dampak pelarangan ekspor CPO akan dirasakan pengusaha kapal dan pekerja pelabuhan yang secara berkala mengangkut ekspor CPO.
"Kami mendengar keluhan dan ketakutan yang dirasakan pekerja pelabuhan karena akan kehilangan pekerjaan dalam beberapa waktu kedepan. Mudah - mudahan pemerintah memikirkan juga nasib pekerja pelabuhan." kata Sahat.
Editor : Odi Siregar