Keren! Alat Musik Sulim Batak Kini Bisa 'Dilihat' Lewat Tipografi Kinetik
MEDAN, iNewsMedan.id - Tim peneliti dari BINUS @Medan menyelenggarakan pameran karya dan lokakarya bertajuk "Visualisasi Bunyi Sulim (Tipografi Kinetik)" di Pos Bloc Medan, Senin (9/12/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Inovasi Seni Nusantara yang didanai oleh hibah Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tahun 2025.
Acara ini bertujuan mentransformasikan instrumen tradisional Batak Toba, sulim, menjadi bentuk visual bergerak menggunakan pendekatan tipografi kinetik. Selain sebagai upaya pelestarian budaya, inovasi ini dirancang untuk menciptakan ruang seni yang inklusif, khususnya bagi komunitas Tuli agar dapat menikmati musik melalui indra penglihatan.
Ketua tim pelaksana, Citra Fadillah, S.Ds., M.Ds., menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah proses belajar bersama antara seni tradisi dan desain kontemporer.
“Sulim memiliki karakter bunyi yang sangat kuat secara emosional. Melalui tipografi kinetik, kami mencoba menerjemahkan karakter tersebut ke dalam bahasa visual. Dengan begitu, bunyi tidak lagi eksklusif bagi indera pendengaran, tetapi bisa diakses lintas indera, termasuk oleh teman-teman tuli,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pendekatan visual ini diharapkan mampu menjaga relevansi seni tradisi di tengah budaya visual generasi digital.
“Kami ingin seni tradisi tidak hanya disimpan sebagai warisan, tetapi dihidupkan kembali melalui medium yang dekat dengan generasi muda,” tambahnya.
Sebanyak 60 peserta yang terdiri dari komunitas inklusif Rumah Ceria Medan, mahasiswa, dan masyarakat umum terlibat dalam eksplorasi visual ini. Mereka membuat respons visual berupa garis, warna, dan ritme sebelum dikembangkan ke format digital. Hasilnya, belasan karya tipografi kinetik dipamerkan sebagai bentuk diseminasi program.
Anggota tim peneliti, Irwansyah, S.Kom., M.Ds., menilai kolaborasi ini sebagai dampak nyata hubungan kampus dan masyarakat.
“Kampus tidak seharusnya berdiri jauh dari masyarakat. Melalui kegiatan ini, kami membawa pengetahuan akademik ke ruang publik dan berdialog langsung dengan komunitas. Seni menjadi medium yang efektif untuk membangun empati dan inklusivitas,” ungkapnya.
Perwakilan Rumah Ceria Medan, Dinda Febri Anti, memberikan apresiasi atas keterlibatan teman-teman Tuli dalam agenda ini. Menurutnya, visualisasi bunyi memberikan aksesibilitas yang selama ini jarang ditemukan dalam pertunjukan musik tradisi.
“Teman-teman tuli biasanya kesulitan terlibat dalam kegiatan seni berbasis bunyi. Di sini, mereka justru sangat aktif karena bunyi diterjemahkan ke dalam visual. Mereka merasa dilibatkan sepenuhnya, bukan sekadar menjadi penonton,” tutur Dinda.
Ia juga menekankan pentingnya keberlanjutan kolaborasi ini bagi ruang ekspresi disabilitas.
“Kami berharap kerja sama seperti ini bisa terus berlanjut karena dampaknya sangat terasa, terutama bagi kepercayaan diri dan ruang ekspresi anak-anak,” tambahnya.
Dari sisi akademis, mahasiswa DKV BINUS @Medan yang mendampingi peserta juga mendapatkan perspektif baru mengenai peran desainer.
“Kami belajar bahwa desain bukan hanya soal estetika, tetapi juga soal empati dan dampak sosial. Berinteraksi langsung dengan komunitas membuat kami lebih peka terhadap peran desainer di masyarakat,” ucap Cahaya Vanessa.
Program ini dilaksanakan oleh tim lintas studi yang terdiri dari Citra Fadillah, Dr. Dimas Yudistira Nugraha, Evawaty Tanuar, dan Irwansyah, serta didukung oleh sejumlah dosen DKV BINUS @Medan. Ke depan, tim berharap metode visualisasi bunyi ini dapat diterapkan pada instrumen tradisional Sumatra Utara lainnya sebagai modul pembelajaran seni inklusif berbasis digital.
Editor : Jafar Sembiring