Konflik UDA: Mahasiswa Terancam Gagal Wisuda, Desak LLDIKTI Ambil Sikap Tegas
MEDAN, iNewsMedan.id - Konflik internal berkepanjangan yang melanda Yayasan Universitas Darma Agung (UDA) kini merampas hak akademik ribuan mahasiswanya. Perseteruan kepengurusan yayasan yang tak kunjung usai berimplikasi langsung pada ketidakpastian proses wisuda, sebuah momen sakral yang terancam gagal dilaksanakan. Kondisi ini memicu kekecewaan mendalam, terutama terhadap sikap Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah I Sumatera Utara yang dinilai pasif dan tidak tegas.
Mahasiswa yang merasa dirugikan menyatakan siap melakukan aksi perlawanan karena merasa masa depan mereka terkatung-katung. Mereka mendesak pemerintah melalui LLDIKTI untuk segera turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut.
“Kami sangat menyesalkan sikap pemerintah. Pembiaran seperti ini sama saja membiarkan masa depan kami terkatung-katung,” ungkap sejumlah mahasiswa yang merasa kecewa dan frustrasi atas situasi ini.
Ribuan mahasiswa UDA, baik yang sudah di ambang wisuda maupun yang baru menyelesaikan tahap akhir perkuliahan, menegaskan bahwa mereka adalah pihak yang paling dirugikan. Meskipun telah memenuhi kewajiban pembayaran uang kuliah tepat waktu, hak-hak mereka diabaikan akibat konflik internal.
“Jangan tunggu kesabaran kami habis. Kami sudah terlalu lama diam dan terus bersabar,” seru para mahasiswa. “Selama ini kami tetap membayar uang kuliah, memenuhi kewajiban kami sebagai mahasiswa. Tapi mengapa hak kami diabaikan? Mengapa masa depan kami dipermainkan?”
Mahasiswa juga dengan tegas mendesak LLDIKTI untuk memastikan proses wisuda tetap dapat berlangsung sesuai jadwal.
“Kami hanya meminta satu hal jangan rampas hak kami. Kami berjuang keras untuk sampai di titik ini. Jangan biarkan konflik internal menghancurkan masa depan ribuan mahasiswa,” tegas mereka.
Kepala LLDIKTI Wilayah I Sumut, Prof. Saiful Anwar Matondang, M.A., Ph.D., pada Senin (8/12), mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan verifikasi data mahasiswa. Ia menyatakan, jika semua data mahasiswa valid, maka wisuda boleh dilaksanakan.
“Operator kami dan operator UDA sedang melakukan validasi dan terus berjalan,” katanya.
Prof. Saiful menambahkan bahwa pihaknya tunduk pada perintah yang tertuang dalam surat Direktur Kelembagaan Diktisaintek tanggal 21 Oktober 2025, yang menyebutkan bahwa badan penyelenggara UDA adalah yayasan versi 2025.
“Namun, bila ada keputusan hukum berkekuatan tetap menyatakan sebaliknya, maka Diktisaintek akan membuat keputusan sebaliknya. Pada prinsipnya LLDIKTI saat ini tunduk perintah Diktisaintek,” jelasnya.
Sementara itu, para dosen dan pegawai UDA hanya mengakui rektor yang dipilih berdasarkan keputusan Senat Akademik, sesuai dengan Statuta UDA.
“Untuk itu rektor yang diangkat tanpa melalui proses pemilihan Senat Akademi maka itu melanggar Statuta UDA, artinya tidak sah. Rektor yang sah hanya produk senat akademik berdasarkan Statuta UDA,” kata sejumlah dosen.
Dosen UDA sangat menyayangkan keputusan Diktisaintek yang mengakui rektor yang pengangkatannya tidak berdasarkan Statuta UDA. Hal ini dinilai secara terang-terangan mengabaikan ketentuan Statuta UDA yang menjadi dasar pemilihan rektor.
“Jadi sangat aneh jika seorang rektor diangkat tanpa berdasarkan Statuta UDA dan diakui. Hal inilah yang membuat konflik UDA tak kunjung tuntas yang akhirnya merugikan ribuan mahasiswa UDA,” terang para dosen.
Diketahui, Administrasi Hukum Umum (AHU) milik Yayasan Perguruan Darma Agung (YPDA) versi HNK diblokir oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada Juni 2025 karena adanya sengketa kepengurusan yang bergulir di pengadilan. Pemblokiran ini menyebabkan semua kebijakan yang dibuat oleh pihak HNK, termasuk pengangkatan rektor, dianggap tidak sah.
Editor : Jafar Sembiring