get app
inews
Aa Text
Read Next : Bersih dari Sampah, Deli Serdang Intensifkan Penertiban dan Kejar Adipura

Seruan Kawal Ketat Tata Ruang Sumut: Lindungi Ekosistem Batang Toru Demi Keselamatan Warga

Jum'at, 05 Desember 2025 | 18:11 WIB
header img
Hutan adat di kawasan Batang Toru. Foto: Istimewa

MEDAN, iNewsMedan.id – Ketua Forum Kehutanan Daerah (FKD) Sumatera Utara, Panut Hadisiswoyo, mendesak Pemerintah Provinsi untuk meninjau ulang Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tata Ruang Sumut. Desakan ini muncul terkait usulan pengurangan luasan Kawasan Ekosistem Batang Toru (KEBT) yang dinilai vital sebagai benteng ekologis Tapanuli Tengah (Tapteng).

Dalam Ranperda yang kini sedang dalam proses finalisasi, luasan KEBT yang ditetapkan dalam Perda Nomor 2 Tahun 2017 seluas 240.000 hektar diusulkan menyusut tajam menjadi hanya 163.000 hektar. Pengurangan sekitar 77.000 hektar tersebut dinilai FKD tidak memiliki alasan yang jelas.

"Dalam Ranperda Tata Ruang Provinsi Sumut mengeluarkan seluruh wilayah kawasan hutan penting di kabupaten Tapanuli Tengah dari deliniasi Kawasan Ekosistem Batang Toru tanpa alasan yang jelas," ujar Panut.

Panut secara tegas menduga bahwa perubahan drastis luasan ini disebabkan adanya tekanan dari investasi ekonomi ekstraktif. Ia memperingatkan bahwa pelemahan perlindungan ekologis di Batang Toru akan berdampak serius pada keselamatan masyarakat.

"Ada apa dengan Revisi Tata Ruang Sumut? Apakah karena ada dorongan dari investasi ekonomi ekstraktif yang lebih menjanjikan?" tanyanya.

KEBT ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP) karena fungsi dan daya dukung lingkungannya yang krusial, terutama dalam menahan laju erosi, mengatur debit air, dan mengurangi risiko bencana hidrometeorologi. Kawasan ini bekerja sebagai "sabuk pengaman alam" bagi masyarakat yang tinggal di wilayah hilir.

Panut menyoroti bahwa kerentanan Tapteng terhadap banjir bandang dan longsor telah meningkat signifikan dalam satu dekade terakhir. Menurutnya, karakter geologi kawasan tersebut yang didominasi tanah labil menuntut perlindungan ekologis yang lebih ketat, bukan pelemahan.

"Kami menilai bahwa ekonomi ekstraktif biasanya pasti akan merampas hutan alam, yang pada akhirnya akan menghasilkan panen bencana banjir dan longsor," tegasnya.

Panut juga menambahkan, saat ini ribuan masyarakat di Tapteng telah menjadi korban dan terdampak oleh serangkaian bencana banjir bandang dan tanah longsor, yang memperkuat urgensi perlindungan kawasan ini.

FKD Sumut khawatir jika batas ekologis Batang Toru dipersempit atau diubah, akan terjadi fragmentasi habitat satwa kunci, peningkatan risiko bencana, dan degradasi daerah tangkapan air, yang semua itu mengancam keselamatan ribuan keluarga di wilayah rentan.

"Penataan ruang harus berpijak pada ilmu pengetahuan dan mitigasi risiko. Mengabaikan batas ekologis Batang Toru sama dengan memperbesar ancaman bencana bagi ribuan keluarga di Tapteng dan sekitarnya," paparnya.

Oleh karena itu, FKD mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten untuk menjadikan proses revisi RTRW ini sebagai "komitmen moral dan politik" untuk menjamin masa depan wilayah.

"Kami menyerukan agar tata ruang benar-benar menempatkan kawasan rawan bencana sebagai prioritas utama. Ekosistem Batang Toru—sebagai kawasan strategis dan penyangga alami—harus menjadi landasan setiap kebijakan pemanfaatan ruang," pungkas Panut, sembari menekankan pentingnya transparansi publik agar tata ruang tidak disesatkan oleh kepentingan ekonomi jangka pendek.

Editor : Jafar Sembiring

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut