Hakim Tipikor Medan Bongkar Kejanggalan Anggaran Jalan Rp200 Miliar, Desak KPK Perluas Penyidikan
MEDAN, iNewsMedan.id – Sidang kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan provinsi di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (1/10/2025). Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu menyoroti lonjakan anggaran mencurigakan lebih dari Rp200 miliar pada proyek ruas Hutaimbaru–Sipiongot.
Hakim menilai pergeseran anggaran itu janggal karena tanpa dasar dokumen yang sah. Ia pun mendesak jaksa KPK segera membuka penyidikan baru untuk membongkar pihak-pihak lain yang terlibat.
“Kasus ini tidak boleh berhenti di sini. KPK harus menyidik lebih dalam supaya Sumut bersih,” tegas Khamozaro di ruang sidang Cakra 9.
Rapat Tak Kuorum, Anggaran Tetap Jalan
Dalam persidangan, saksi Muhammad Armand Effendy Pohan, mantan Penjabat Sekda Sumut sekaligus Ketua TAPD, mengakui rapat TAPD 11 Maret 2025 tidak pernah dihadiri penuh 50 anggota. Meski demikian, rapat tetap menghasilkan keputusan.
“Kalau tidak kuorum berarti bisa suka-suka. Bagaimana bisa muncul anggaran Rp200 miliar lebih tanpa dokumen lengkap?” sindir hakim.
Jaksa mengungkap, selain proyek Sipiongot, rapat itu juga membahas perbaikan jalan di Nias Barat. Bedanya, usulan Nias Barat didukung surat resmi dari bupati, sedangkan proyek Sipiongot nihil dasar pengusulan. Ironisnya, hanya sehari setelah rapat, pergeseran anggaran itu langsung disahkan lewat Peraturan Gubernur Sumut Nomor 16 Tahun 2025.
Saksi lain, Kepala Bappelitbang Sumut Dikky Anugerah Panjaitan, membenarkan lembaganya tidak pernah melakukan kajian sebelum anggaran diketok. Hakim pun kembali menyoroti proses kilat ini.
“Bagaimana mungkin ada kajian? Tanggal 12 Maret diusulkan, tanggal 13 Maret sudah disahkan,” ujar Khamozaro heran.
Uang Mengalir Lewat ASN dan Bendahara
Bendahara UPTD Gunung Tua, Irma Wardani, mengaku pernah menerima uang dari bendahara PT DNG, Mariam, atas perintah Kepala UPTD Gunung Tua Rasuli Efendi Siregar. KPK mencatat lebih dari 15 kali aliran dana sepanjang 2024–2025, dengan nominal Rp10 juta hingga Rp200 juta.
Semua uang itu, kata Irma, diserahkan kepada Rasuli. Hakim menegurnya keras. “Anda ASN, tidak boleh menerima uang seperti ini. Seharusnya Anda sudah beruntung tidak jadi tersangka.”
Sementara itu, eks Kapolres Tapanuli Selatan AKBP Yasir Ahmadi mengaku mempertemukan terdakwa Muhammad Akhirun Piliang (Dirut PT DNG) dengan mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting. Hakim langsung mengingatkan agar Yasir menjaga integritasnya.
“Kalau saudara menjembatani mereka, ada apa? Saudara harusnya malu dengan jabatan Kapolres,” ucap Khamozaro menohok.
Bukti Transfer Buka Kebohongan
Keterangan saksi Effendy Pohan juga sempat berbelit. Awalnya ia menolak tudingan menerima uang, namun setelah jaksa menunjukkan bukti transfer, ia akhirnya mengaku.
“Ya, pernah Pak Jaksa. Uang itu untuk sedekah Jumat,” katanya. Hakim pun menegurnya agar jujur. “Saudara saksi di bawah sumpah. Jangan memberikan keterangan palsu, nanti bisa diproses hukum.”
Puluhan Saksi Lain Menunggu
Jaksa KPK Eko Wahyu menuturkan masih ada 30–40 saksi lain yang akan dihadirkan. Pada persidangan berikutnya, jaksa berencana kembali memanggil Topan Obaja Ginting dan Rasuli Efendi Siregar yang berhalangan hadir.
Kasus ini menjerat Muhammad Akhirun Piliang bersama anaknya, Muhammad Rayhan Julasmi Piliang (Dirut PT Rona Mora). Keduanya didakwa menyuap sejumlah pejabat agar bisa menguasai dua proyek jalan senilai Rp165 miliar.
Namun, proyek jalan di Sipiongot akhirnya batal dikerjakan akibat terseret kasus korupsi, sementara usulan jalan Nias Barat tak pernah terealisasi.
Editor : Ismail