DPR Soroti Diskriminasi Kampus Swasta, Anggaran Jauh di Bawah PTN

JAKARTA, iNewsMedan.id- Anggota Komisi X DPR RI, dr Sofyan Tan, melayangkan kritik tajam terhadap sejumlah kebijakan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Rabu (27/8).
Sorotan tersebut mencakup perlakuan diskriminatif terhadap Perguruan Tinggi Swasta (PTS), penurunan anggaran KIP Kuliah khusus non-eksakta, hingga kinerja Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) dan Inspektorat Jenderal Kemendiktisaintek.
Menurut Sofyan Tan, peran PTS sangat vital dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Dari total 9,8 juta mahasiswa, sekitar 4,5 juta di antaranya menempuh pendidikan di 2.290 PTS, sedangkan 5,38 juta lainnya tersebar di 120 PTN.
“Setiap tahun ada 3,7 juta lulusan SMA/SMK. Dari jumlah itu, 1,8 juta tidak terserap perguruan tinggi. Artinya, keberadaan PTS menjadi penopang besar dalam menyerap lulusan dan mencapai target APK 38 persen,” jelasnya.
Namun, Sofyan menilai pemerintah masih memperlakukan PTS tidak setara dengan PTN. PTN misalnya mendapat Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) sebesar Rp5,8 triliun untuk 120 kampus negeri, atau rata-rata Rp1,2 juta per mahasiswa. Selain itu ada tambahan dana revitalisasi Rp553 miliar dan anggaran sarana prasarana Rp2,3 triliun. Sementara itu, untuk ribuan PTS hanya disediakan Rp300 miliar.
“Konstitusi kita jelas menjamin tidak ada diskriminasi antara kampus negeri dan swasta. Kalau ada BOPTN, harusnya juga ada BOPTS. Sama seperti BOS di sekolah negeri maupun swasta. Baru itu bisa disebut adil,” tegas Sofyan.
Sorotan lain datang terkait program KIP Kuliah. Ia menyebut anggaran untuk program studi non-eksakta dengan akreditasi “baik sekali” mengalami penurunan, dari Rp4 juta menjadi Rp3,2 juta.
“Kalau memang non-eksakta butuh anggaran lebih besar, tambahkan. Jangan justru dipotong. Kalau dibiarkan, ini bisa menimbulkan kecemburuan dan kemarahan,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Sofyan juga mengkritisi kinerja BAN PT yang dinilai belum profesional. Ia menyinggung praktik permintaan fasilitas dari kampus dan nilai akreditasi yang cenderung bergantung pada perlakuan personal.
“Kalau masalahnya anggaran, BAN PT hanya dapat Rp48,2 miliar untuk akreditasi 1.730 program studi, sementara satu kunjungan saja bisa Rp27 juta. Perlu keseimbangan seperti Lembaga Akreditasi Mandiri yang punya dukungan dana lebih besar,” katanya.
Ia pun menyoroti peran inspektorat yang dianggap salah kaprah ketika meminta pembukuan kampus swasta. “PTS tidak pernah ambil uang negara tapi disuruh buka pembukuan. Itu aneh dan cari-cari masalah. Untungnya sudah dihentikan,” tegasnya.
Menjawab kritik tersebut, Mendiktisaintek Prof Brian Yuliarto PhD menegaskan pihaknya tidak membeda-bedakan PTN dan PTS. Terkait usulan BOPTS, ia menyebut akan membahasnya dengan Kementerian Keuangan dan Bappenas. “Kami berharap bisa direalisasikan seperti halnya dana BOS,” ujarnya.
Soal KIP Kuliah non-eksakta, Brian mengakui perlunya evaluasi. “Kami tidak ingin ada penurunan. Memang rata-ratanya sama, tapi kami akan kaji lagi agar tidak ada yang merasa dirugikan,” katanya.
Terkait BAN PT dan inspektorat, Brian mengakui masih ada pola pikir keliru yang perlu dibenahi. “Saya pernah merasakan sendiri, kalau akreditasi dari lembaga asing justru terasa membantu, bukan menakutkan. Nah, ini yang harus diperbaiki di dalam negeri agar mindset-nya tidak mengintimidasi kampus,” ungkapnya.
Editor : Ismail