Culture Shock di Sumut, Ternyata Ini 4 Penyebab Utamanya

Kuliner, menurut Sofyan, menjadi salah satu bukti positif dari keragaman tersebut. Medan bahkan sering dijadikan tujuan utama wisata kuliner. “Orang datang ke Medan bukan mau lihat Danau Toba atau Berastagi, tapi mau makan. Dari semua provinsi, makanan Medan itu the best, bukan cuma enak tapi enak sekali,” ucapnya sambil berkelakar.
Namun, ia juga menyoroti bahwa pemahaman budaya yang belum merata menjadi salah satu penyebab pariwisata di Sumut belum berkembang optimal.
Sofyan mengajak pewarta foto dan jurnalis untuk menjembatani perbedaan tersebut dengan mengangkat sisi positif setiap etnis, agama, dan ras di Sumut, serta menggabungkannya dengan potret panorama alam yang indah.
“Jangan selalu bad news is good news, tapi good news is the best news. Foto dan berita yang positif bisa menjadi promosi pariwisata yang efektif. Sumut itu unik, antik, dan romantis. Kalau dikemas dengan baik, bisa jadi penerima devisa besar dari sektor pariwisata,” tegasnya.
Sofyan juga memaparkan empat faktor utama penyebab culture shock di Sumut, yakni perbedaan bahasa dan logat, perbedaan norma sosial dan adat istiadat, tradisi dan ritual khas, serta perbedaan agama dan keyakinan. Semua faktor ini, kata dia, seharusnya dilihat sebagai kekayaan, bukan penghalang.
“Misalnya saksang yang identik dengan daging babi, bisa diolah dengan ayam atau sapi sehingga bisa dinikmati semua orang. Dengan begitu, keberagaman bisa dirasakan tanpa menyinggung keyakinan,” jelasnya.
Kegiatan ini turut menghadirkan fotografer senior Muhammad Said Harahap sebagai pemateri, serta diikuti mahasiswa dan pewarta foto di Kota Medan.
Editor : Ismail