Komisi III DPR Soroti Kasus Mandek 7 Tahun di Medan: Tuding Kejari dan Polisi Kurang Profesional

MEDAN, iNewsMedan.id - Anggota Komisi III DPR RI, Dr. Hinca IP Panjaitan XIII, secara tegas menyoroti kinerja aparat penegak hukum di Sumatera Utara, khususnya Kejaksaan Negeri Medan dan Polrestabes Medan. Hinca menilai kurangnya profesionalisme dalam penanganan laporan penipuan dan penggelapan yang dialami korban Fitryah (41), yang kasusnya telah mandek selama tujuh tahun tanpa kepastian hukum.
Menurut Hinca, bolak-baliknya berkas perkara disebabkan oleh egosentrisme penyidik dan jaksa penuntut umum, yang berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
"Kasus sudah 7 tahun tanpa kepastian hukum maka jaksa dan polisi kurang profesional. Jangan-jangan kasus ini sengaja dibuntuh-buntuhkan. Kejahatan yang sempurna adalah keadilan yang ditunda-tunda. Lalu siapa korban? tentu warga negara," respons Hinca Panjaitan, Jumat (13/6/2025).
Hinca menegaskan bahwa keadilan tidak boleh mencari jalan buntu. Ia juga menyoroti bahwa meskipun jaksa dan polisi sama-sama mempelajari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), masih ada perkara yang mandek.
"Kita berharap KUHAP baru nanti tidak ada lagi perkara bolak-balik, apalagi sampai bertahun-tahun tanpa kepastian hukum. Jika tak cukup bukti hentikan dan jangan sampai keadilan itu menemui jalan buntu. Presiden dan undang-undangnya masih sama tetapi kenapa ada kasus mangkrak?" tanya Hinca menanggapi LP/528/III/2019/SPKT, Polda Sumut.
Menanggapi tudingan ini, Kabid Humas Polda Sumatera Utara, Kombes Ferry Walintukan, menjelaskan bahwa penyidik Polrestabes Medan telah melimpahkan berkas perkara namun dikembalikan oleh jaksa karena syarat formil dan materil belum terpenuhi atau berstatus P-19.
"Penyidik masih melengkapi petunjuk Kejari Medan," kata Ferry saat ditemui di Polda Sumut, Selasa (10/6/2025).
Sementara itu, Kapolrestabes dan Kasat Reskrim Polrestabes Medan, AKBP Bayu Putro Wijayanto, belum memberikan respons terkait tindak lanjut penyidikan perkara penipuan dan penggelapan ini sejak dikonfirmasi wartawan pada 28 Mei 2025.
Perlu diketahui, sebelumnya Putusan Praperadilan Nomor: 3/Pid.Pra/2022/PN Medan menyatakan penghentian penyidikan LP/528/III/2019/SPKT tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum. Hakim PN Medan mengabulkan praperadilan untuk seluruhnya dan menyatakan surat ketetapan Nomor: S.TAP/539-b/X/RES 1.11/2021/Reskrim tanggal 4 Oktober 2021 tidak sah, serta menolak eksepsi Kapolrestabes Medan selaku termohon.
Kepala Kejaksaan Negeri Medan melalui Kasi Pidum, Deny Marincka, membenarkan bahwa berkas perkara sudah lama bergulir dan pihaknya telah memberikan petunjuk kepada penyidik untuk melengkapi berkas.
"Petunjuk hanya satu kali dan apabila penyidik belum bisa memenuhi petunjuk maka dilakukan koordinasi. Jika hasil koordinasi, penyidik tidak dapat memenuhi, maka berkas dikembalikan untuk menentukan sikap," kata Deny Marincka.
Deny juga menjelaskan bahwa penyidik Polrestabes Medan sudah berulang kali melimpahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), namun berkas yang dikirim justru merupakan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) lama atau yang sudah dihentikan (SP3).
"Bahkan tim jaksa yang menangani kasus ini sampai 4 kali berganti, mulai Jaksa Evie Panggabean, Novalita, Putra, Sopyan, dan Reza. Hanya SPDP yang baru tetapi isi BAP itu-itu saja," ujar Deny Marincka.
Kasus ini semakin rumit lantaran penyidik Polrestabes Medan telah menetapkan Suriyani alias Li Hui sebagai tersangka pada 27 Februari 2023, namun tidak dilakukan penahanan. Mirisnya, penyidik berdalih saksi Soh Liang Seng alias Aseng, yang merupakan orang tua tersangka, tidak bersedia memberikan kuasa untuk meminta bukti rekening koran demi mengurai aliran rekening tersangka terhadap saksi.
"Penyidik tunggal itu hanya Polri. Mana mungkin kami melakukan penyidikan tambahan sementara tidak memiliki kewenangan penyidikan pidana umum kecuali perkara korupsi," kata Deny menyinggung ketidakmampuan penyidik memenuhi petunjuk jaksa.
Kasus penipuan dan penggelapan yang dialami korban Fitryah berawal pada tahun 2017 silam. Saat itu, Suriyani alias Li Hui menawarkan bisnis dengan iming-iming keuntungan. Meskipun sempat menolak, Fitryah akhirnya menyerahkan kartu kreditnya. Tanpa seizin Fitryah, Suriyani melakukan penarikan tunai di beberapa toko berbeda dengan total puluhan juta rupiah.
Mengetahui tindakan Suriyani, Fitryah meminta kembali kartu kreditnya, namun Suriyani malah meminta tambahan modal berupa perhiasan emas. Hingga tahun 2018, Fitryah menagih modal dan keuntungan bisnis, tetapi Suriyani justru mengulur waktu dan tidak menepati janji. Suryani juga mengalihkan uang tunai milik Fitryah ke rekening Soh Liang Seng. Kasus ini dilaporkan ke Polrestabes Medan pada tahun 2019 dan hingga kini masih belum tuntas.
Editor : Jafar Sembiring