Hakim Vonis Mati Pemilik Pabrik Ekstasi di Medan

MEDAN, iNewsMedan.id- Pemilik pabrik ekstasi rumahan, Hendrik Kusumo, dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan dalam sidang yang digelar di ruang Cakra 6 pada Kamis (6/3). Sementara itu, terdakwa Mhd Syahrul Savawi alias Dodi lolos dari hukuman mati dan hanya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Putusan tersebut dibacakan oleh ketua majelis hakim, Nani Sukmawati, yang menyatakan bahwa Hendrik dan Syahrul terbukti bersalah memproduksi serta menyalurkan narkotika sesuai dengan dakwaan alternatif kedua, yakni Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Menjatuhkan pidana mati kepada terdakwa Hendrik Kusumo dan hukuman penjara seumur hidup kepada terdakwa Mhd Syahrul Savawi alias Dodi," ujar hakim Nani dalam persidangan.
Tiga terdakwa lainnya, yakni Hilda Dame Ulina Pangaribuan selaku supervisor Koinbar, Arpen Tua Purba yang bekerja di loket Paredep, serta Debby Kent yang merupakan istri Hendrik, berhasil menghindari hukuman penjara seumur hidup. Mereka masing-masing dijatuhi hukuman 20 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Ketiganya dinyatakan bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa kelima terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan narkotika dan tindakan mereka meresahkan masyarakat. Hal yang meringankan, menurut hakim, tidak ditemukan pada terdakwa Hendrik, sementara keempat terdakwa lainnya juga tidak memiliki faktor yang dapat dijadikan alasan untuk keringanan hukuman.
Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) Rizqy Darmawan langsung menyatakan banding terhadap kelima terdakwa, sementara tim penasihat hukum menyatakan masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya.
"Sidang dinyatakan selesai," kata hakim Nani seraya mengetuk palu tanda berakhirnya persidangan.
Vonis yang dijatuhkan hakim lebih ringan dibanding tuntutan JPU Kejaksaan Negeri Medan yang sebelumnya meminta hukuman mati bagi Hendrik dan Syahrul serta penjara seumur hidup bagi tiga terdakwa lainnya.
Kasus ini bermula dari penggerebekan yang dilakukan oleh petugas Dittipidnarkoba Bareskrim Polri bersama Polda Sumut pada 11 Juni 2024 di sebuah ruko di Jalan Kapten Jumhana, Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area. Lokasi tersebut diduga menjadi tempat produksi pil ekstasi.
Dalam operasi tersebut, aparat menyita berbagai barang bukti, di antaranya alat cetak ekstasi, bahan kimia padat seberat 8,96 kg, bahan kimia cair 218,5 liter, mephedrone serbuk 532,92 gram, serta 635 butir pil ekstasi. Selain itu, petugas juga menemukan berbagai bahan prekursor dan peralatan laboratorium.
Berdasarkan hasil interogasi, pabrik ekstasi tersebut telah beroperasi selama enam bulan dan mendistribusikan produknya ke berbagai diskotek di Sumatera Utara, termasuk di Pematangsiantar. Hendrik dan istrinya, Debby, diketahui sebagai pemilik serta pengelola pabrik, sementara Syahrul bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran. Hilda berperan dalam pemesanan ekstasi, sedangkan Arpen bertugas sebagai kurir yang mengantarkan barang tersebut ke pelanggan.
Editor : Ismail