Redupnya Lilin-Lilin Desa
Oleh: Muhammad Rafly
Penulis adalah Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Di tengah gencarnya pembangunan dan modernisasi yang terjadi di kota-kota besar Indonesia, banyak desa masih terjebak dalam ketertinggalan yang mencolok. Masyarakat pedesaan sering kali mengalami keterbatasan dalam akses terhadap infrastruktur dasar, pendidikan, dan pelayanan kesehatan. Meski Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan potensi ekonomi yang besar, kurangnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan di desa menunjukkan adanya ketidakadilan sosial yang mendalam.
Faktor-faktor seperti praktik politik yang korup, birokrasi yang rumit, dan pengabaian terhadap sumber daya manusia menjadi penghalang utama bagi kemajuan desa. Selain itu, proyek pembangunan yang tidak mempertimbangkan nilai-nilai lokal sering kali menyebabkan krisis identitas budaya di kalangan masyarakat desa. Situasi ini menimbulkan berbagai tantangan, mulai dari peningkatan kemiskinan hingga ketegangan sosial yang kian meruncing.
Masyarakat desa harus dilibatkan dalam proses pembangunan, dengan menempatkan mereka sebagai aktor utama yang memiliki suara dan peran penting dalam menentukan arah dan kebijakan yang berdampak pada kehidupan mereka. Dengan memahami dan mengatasi isu ini, kita bisa mewujudkan keadilan dan kesetaraan bagi seluruh warga negara Indonesia.
1. Keterpurukan yang Tak Terlihat
Meskipun Indonesia dikenal sebagai negara yang sedang berkembang, banyak desa masih terjebak dalam keterpurukan yang dalam. Keterlambatan pembangunan infrastruktur dasar, seperti jalan, listrik, dan akses air bersih, menunjukkan bahwa pemerintah gagal memberikan perhatian yang memadai kepada masyarakat pedesaan. Ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi lebih merupakan cerminan dari ketidakadilan sosial yang mengabaikan hak-hak dasar rakyat.
2. Politik Kepentingan
Salah satu penyebab utama minimnya pembangunan di desa adalah praktik politik yang mementingkan kepentingan kelompok tertentu. Proyek-proyek pembangunan sering kali diarahkan untuk menguntungkan segelintir orang yang memiliki akses ke kekuasaan dan anggaran. Sementara itu, masyarakat desa yang seharusnya menjadi prioritas justru terpinggirkan. Janji-janji politik menjelang pemilu hanya menjadi alat untuk meraih suara, tanpa realisasi yang nyata setelahnya.
3. Pengabaian Sumber Daya Manusia
Kurangnya investasi dalam pendidikan dan pelatihan di desa adalah bentuk pengabaian terhadap potensi sumber daya manusia yang ada. Tanpa pendidikan yang layak, masyarakat desa tidak akan mampu bersaing dalam dunia yang semakin global. Akibatnya, mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan ketidakberdayaan, menjadi objek bantuan alih-alih agen perubahan yang mandiri.
4. Krisis Identitas Budaya
Proyek pembangunan yang tidak mempertimbangkan nilai-nilai lokal sering kali menyebabkan krisis identitas budaya. Desakan modernisasi tanpa disertai pelestarian tradisi membuat masyarakat desa kehilangan akar budayanya. Pembangunan yang seharusnya membawa kemajuan justru berpotensi menghancurkan karakter dan warisan budaya yang telah ada selama berabad-abad.
5. Ketidakadilan Ekonomi
Ketidakmerataan pembangunan menciptakan jurang yang semakin lebar antara desa dan kota. Masyarakat desa tidak hanya kalah dalam hal infrastruktur, tetapi juga dalam akses terhadap peluang ekonomi. Meskipun kota-kota besar semakin maju, desa-desa tetap terjebak dalam kemiskinan karena minimnya investasi dan dukungan pemerintah. Ketidakadilan ekonomi ini bukan hanya menghambat pertumbuhan, tetapi juga memperburuk ketegangan sosial dan politik.
6. Birokrasi yang Rumit dan Korupsi
Birokrasi yang rumit dan praktek korupsi di tingkat pemerintahan sering kali menjadi penghalang utama bagi pembangunan desa. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur sering kali disalahgunakan atau terbuang sia-sia akibat prosedur yang tidak transparan. Hal ini menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan menghalangi partisipasi aktif mereka dalam proses pembangunan.
Kebijakan desa hanya dilihat dari kacamata atas alias kacamata kota, mengakibatkan perencanaan pembangunan desa kurang melibatkan masyarakat desa sendiri fokus pembangunan desa seharusnya tidak hanya pada infrastruktur fisik tetapi juga pada pembangunan sumber daya manusia dengan membangun pengetahuan beserta budayanya. Bila membangun desa hanya secara fisik justru itu membuat desa menjadi krisis identitas karena dipaksa menjadi kota, desa tetaplah desa tidak akan berubah menjadi kota begitu juga sebaliknya.
Bung Hatta pernah berujar "INDONESIA TIDAK AKAN BERJAYA KARENA OBOR BESAR JAKARTA, TAPI AKAN BERCAHAYA KARENA LILIN-LILIN DI DESA." Lilin itu adalah Ruh Budaya yang menyala dari desa-desa yang berdaya dari segi sosial.
Editor : Odi Siregar