MEDAN, iNewsMedan.id – Julheri Sinaga, penasihat hukum dari ABS, tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), melayangkan pengaduan ke Komisi Kejaksaan RI dan Jamwas Kejagung RI terkait dugaan pelanggaran kode etik dan profesionalisme oleh seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU) berinisial MP dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli.
Dalam laporan bernomor 080/S-LP/LF-JS/XII/2024 tersebut, tim penasihat hukum yang terdiri dari Julheri Sinaga, Ahmad Fitrah Zauhari, dan Sofyan Syahputra menyebutkan bahwa JPU MP diduga melakukan tindakan yang menghambat proses pendampingan hukum terhadap klien mereka yang berinisial ABS, tersangka kasus KDRT.
Julheri Sinaga menyatakan bahwa peristiwa bermula saat proses pelimpahan tahap II pada 5 Desember 2024 di Kantor Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli. "Saat itu kami sebagai penasihat hukum mendampingi klien, namun JPU secara tegas dan dengan nada keras melarang kami mendampingi klien dalam proses pemeriksaan," ujar Julheri dalam keterangan persnya, Jumat (6/12).
Menurut Julheri, tindakan tersebut bertentangan dengan hak tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 54 KUHAP, yang menjamin hak setiap tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan.
Pengaduan ini telah disampaikan ke Komisi Kejaksaan RI serta ditembuskan ke Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) dan Asisten Pengawasan (Aswas) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. "Kami berharap agar pengaduan ini segera ditindaklanjuti demi menjaga profesionalitas dan keadilan dalam proses hukum," terang Julheri.
Namun, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli, Hamonangan P Sidauruk, SH, MH, memberikan klarifikasi berbeda terkait tuduhan tersebut. Menurutnya, tim penasihat hukum saat itu tidak dapat menunjukkan surat kuasa saat hendak mendampingi tersangka.
"Sudah saya konfirmasi ke jaksanya, ternyata yang mengaku kuasa hukumnya tidak bisa menunjukkan surat kuasa pada saat ingin mendampingi tersangka, sehingga mereka diarahkan ke ruang tunggu," ujar Hamonangan.
Ia juga menyatakan bahwa pengaduan merupakan hak yang sah, tetapi harus didukung dengan bukti yang jelas. "Jika memang anggota saya terbukti melakukan kesalahan, tentu akan kami tindak. Namun, jika tidak terbukti, saya juga akan meminta jaksa untuk membuat laporan,"sebut Hamonangan.
"Saya juga sedang meminta arahan dari pimpinan untuk bersurat ke Peradi, Menkumham, dan instansi lain terkait tindakan dari kuasa hukum yang dinilai membuat kegaduhan dalam penegakan hukum,"imbuhnya lagi.
Lebih lanjut, Hamonangan menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada bukti pelanggaran kode etik yang ditemukan. "Kita tunggu hasil pemeriksaan yang dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara," tutupnya.
Editor : Ismail