MEDAN, iNewsMedan.id - Kasus cacar monyet (mpox) mengalami peningkatan sebesar 570 persen di Australia sejak Juli 2024. Hal itu dilaporkan oleh departemen kesehatan setempat pada 27 September 2024.
Meskipun di Indonesia jumlah kasus terkonfirmasi masih 88 berdasarkan data dari Kemenkes, situasi terkini di Australia mendapat perhatian khusus dari dr. Jimi Wihono, seorang praktisi kesehatan di Klinik Hidup Baru, Kota Medan.
Kasus mpox di Australia dalam periode Juli-September, tercatat ada 616 kasus baru, yang merupakan rekor tertinggi dalam satu triwulan di Australia. Dengan penambahan ini, total kasus mpox sepanjang tahun 2024 hingga September mencapai 724.
Dua negara bagian terpadat, yakni Victoria dan New South Wales, menjadi penyumbang utama lonjakan kasus tersebut. Sebagai perbandingan, sepanjang Januari-September 2023 lalu, hanya 26 kasus mpox yang terkonfirmasi.
Pada Agustus, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah mpox di Afrika sebagai keadaan darurat kesehatan global yang memerlukan perhatian serius.
WHO juga telah mengesahkan penggunaan vaksin MVA-BN yang diproduksi oleh perusahaan Denmark, Bavarian Nordic, sebagai vaksin pertama untuk mpox pada bulan September.
Mpox merupakan penyakit langka yang bisa menyebar antar manusia. Meskipun umumnya tergolong ringan dan kebanyakan orang sembuh dalam beberapa minggu, pada sebagian kasus bisa timbul komplikasi serius.
Pendapat Praktisi Kesehatan di Medan
Walau hingga saat ini sudah ada 88 kasus terkonfirmasi mpox di Indonesia, langkah-langkah pencegahan terhadap penyebaran penyakit ini tetap menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat, tenaga medis, dan pemerintah. Hal tersebut ditegaskan oleh dr Jimi Wihono, seorang praktisi kesehatan di Klinik Hidup Baru yang berlokasi di Jalan Gaharu, Medan.
Menurut situs resmi WHO, gejala umum mpox meliputi ruam yang dapat berlangsung selama 2 hingga 4 minggu. Ruam ini sering muncul bersamaan dengan gejala lain seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri punggung, lemah, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Ruam tersebut dapat terlihat seperti lepuhan atau luka, yang biasanya muncul di wajah, tangan, kaki, area kelamin, atau di sekitar anus. Lesi ini juga bisa muncul di dalam mulut, tenggorokan, rektum, vagina, atau bahkan mata.
Jumlah lesi bisa bervariasi, mulai dari satu hingga ribuan. Beberapa penderita bahkan mengalami peradangan di rektum yang menyebabkan rasa sakit hebat, atau peradangan pada alat kelamin yang membuat buang air kecil menjadi sulit.
Mpox dapat menular melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, benda yang terkontaminasi, atau hewan yang terinfeksi. Virus ini juga bisa ditularkan dari ibu ke janin selama kehamilan, atau ke bayi saat lahir.
Penanganan mpox, menurut WHO, berfokus pada perawatan suportif untuk meredakan gejala seperti nyeri dan demam, dengan perhatian lebih pada asupan nutrisi, hidrasi, perawatan kulit, pencegahan infeksi sekunder, dan pengobatan untuk koinfeksi seperti HIV.
Terkait pencegahan, dr Jimi menyarankan sejumlah langkah untuk meringankan gejala dan menghindari penularan mpox. Menurutnya, kebersihan yang baik dan isolasi diri merupakan kunci untuk mencegah penyebaran virus ini. Dia menekankan pentingnya berkonsultasi dengan tenaga kesehatan segera setelah gejala muncul.
"Penting bagi pasien untuk segera menghubungi petugas medis dan mengikuti panduan yang diberikan untuk mempercepat pemulihan dan mencegah penyebaran lebih lanjut," ujarnya.
Dr Jimi juga menyarankan pasien yang sedang dalam masa pemulihan untuk tetap tinggal di rumah dan, bila memungkinkan, di ruangan yang memiliki sirkulasi udara baik. Mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah menyentuh luka menjadi tindakan pencegahan yang sangat dianjurkan.
"Kebersihan tangan adalah langkah paling efektif untuk mencegah penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain atau ke orang lain," tambah dr Jimi.
Selain itu, penggunaan masker dan penutupan lesi saat berada di sekitar orang lain juga dapat mengurangi risiko penularan.
"Masker tidak hanya membantu mencegah penyebaran melalui udara, tetapi juga melindungi luka dari infeksi tambahan," jelasnya.
Pasien disarankan untuk menjaga kulit tetap kering dan terbuka, kecuali saat berdekatan dengan orang lain. Benda-benda di ruang bersama juga perlu sering dibersihkan untuk mengurangi penyebaran virus.
Untuk meredakan gejala, dr Jimi menyarankan penggunaan obat pereda nyeri seperti paracetamol atau ibuprofen, berkumur dengan air garam untuk luka di mulut, serta mandi dengan air hangat yang dicampur soda kue atau garam Epsom untuk membantu penyembuhan luka pada tubuh.
Namun, ia mengingatkan agar pasien tidak memecahkan lepuhan atau menggaruk luka. "Ini tidak hanya memperlambat proses penyembuhan, tetapi juga meningkatkan risiko infeksi sekunder dan penyebaran ke bagian tubuh lain," tambahnya.
Selain itu, dr Jimi menyarankan agar bagian tubuh yang terkena lesi tidak dicukur sampai luka benar-benar sembuh, karena mencukur bisa menyebarkan ruam ke area lain.
Isolasi di rumah disarankan selama masa infeksi, hingga semua lesi sembuh dan keropeng terlepas. Penggunaan masker yang tepat dan menutupi lesi di sekitar orang lain juga penting untuk mencegah penyebaran.
Meski penggunaan kondom bisa mengurangi risiko penularan saat berhubungan seksual, dr Jimi mengingatkan bahwa hal itu tidak sepenuhnya efektif dalam mencegah penyebaran melalui kontak kulit ke-kulit atau mulut-ke-kulit.
Bagi mereka yang telah terpapar mpox, penting untuk memantau gejala selama 21 hari. Selama periode ini, disarankan untuk menghindari kontak fisik, termasuk aktivitas seksual.
dr Jimi juga menekankan pentingnya kebersihan, isolasi mandiri, dan penggunaan alat pelindung diri bagi tenaga medis dalam mengurangi penyebaran mpox.
"Edukasi mengenai pencegahan dan pengobatan dini adalah langkah penting dalam menghadapi wabah ini," pungkasnya.
Editor : Odi Siregar