PEKANBARU, iNewsMedan.id - Ranperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang tengah digodok oleh DPRD dan Pemerintah terus mendapat kritikan dari berbagai kalangan masyarakat di Kota Pekanbaru, Riau.
Peraturan ini dinilai bakal melarang para pelaku usaha mempromosikan, mengiklankan, menjual dan/atau membeli rokok yang dipandang melebihi aturan KTR pada umumnya.
Sejumlah tempat seperti kafe, restoran, hotel, tempat wisata atau rekreasi dan tempat hiburan termasuk lapangan umum dan militer juga akan terancam dari kegiatan yang disponsori rokok.
“Perda KTR ini sangat memberatkan kami para pelaku UMKM. Sebagai gambaran, jika pelarangan total dilakukan di kafe dan restoran, minimal ada 10 hingga 40 tenaga kerja yang terdampak untuk usaha kecil. UMKM akan sangat down. Pemerintah apakah bisa memberi alternatif pengganti pendapatan jika ada pengurangan tenaga kerja,” ujar pelaku UMKM kafe dan restoran, Micco, Kamis (29/8/2024).
Micco menilai Ranperda KTR ini sangat tidak adil dan berdampak pada perekonomian masyarakat. Terutama segmen UMKM yang tengah bangkit dari pasca pandemi COVID-19.
Apalagi di dalam Perda KTR tersebut, tambah Micco, ada pasal yang menyebutkan bahwa adanya tambahan zonasi pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship dengan radius 500 meter dari KTR yang ditetapkan oleh pemerintah.
“Realitanya, event yang disponsori oleh produk tembakau telah menggerakkan penjualan dan promosi dari UMKM, kafe hingga restoran. Jika disahkan, Perda KTR ini akan berdampak kepada usaha warga termasuk UMKM. Kami mohon pada pemerintah agar melihat realita sebelum membuat peraturan. Bisa habis ini ekonomi masyarakat,” tegas Micco.
Micco menambahkan bahwa tembaku merupakan produk yang hanya bisa dikonsumsi oleh orang dewasa. Pun, dalam aktivitas iklan, promosi dan sponsosrship sebuah event, banyak batasan-batasan dan aturan yang sudah diterapkan.
“Kami selalu taat dengan batasan aturan itu. Jangan lah dibuat peraturan yang ujungnya membunuh ekonomi. Kalau ranperda ini sampai disahkan, sikap Pemerintah sangat mengecewakan kami,” terang Micco.
Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI), Dr Aidil Haris, mengatakan bahwa inisiatif Pemkot Pekanbaru untuk merealisasikan Raperda KTR ini terkait urgensi kesehatan, menjadi sebuah hal yang lumrah.
Namun, sebut Aidil, selain ada KTR, tentu harus diimbangi dengan kewajiban menyediakan tempat khusus merokok (TKM).
“Ini perlu menjadi perhatian bersama. Kiranya Perda KTR yang lahir ini harus benar-benar melewati kajian akademis yang riil, melihat persoalan dari berbagai perspektif. Jangan hanya melihat dari satu sisi, ini tentu beresiko,” ungkap Aidil.
Lebih lanjut, Aidil menegaskan bahwa pemerintah harus mampu mengakomodir kebutuhan semua pihak, seluruh lapisan masyarakat atas urgensi yang akan diterapkan tersebut.
“Tokoh agama, para pengusaha, kelompok masyarakat, berbagai komunitas, harus menjadi pertimbangan dalam Raperda KTR ini yang sebelumnya sudah dibahas komprehensif dalam naskah akademik. Prinsipnya, dalam sebuah kebijakan, jangan ada yang dirugikan. Aspek kesehatan, lingkungan, materi, semua harus dipertimbangkan. Maka, ketika diimplementasikan pun, dipastikan harus sepenuhnya, jangan membuat pasal yang merugikan dan sulit dalam pelaksanaannya,” pungkasnya.
Editor : Odi Siregar