get app
inews
Aa Read Next : Setiap Bulan Ada Satu Satwa Liar Dilindungi Diperjualbelikan

2 Pelaku Perdagangan Orangutan Sumatera Minta Hukuman Diringankan

Selasa, 30 Januari 2024 | 19:15 WIB
header img
2 Pelaku Perdagangan Orangutan Sumatera Minta Hukuman Diringankan. (Foto: Istimewa)

MEDAN, iNewsMedan.id - Ramadhani alias Bolang dan Reza Heryadi alias Ica, yang terbukti bersalah dalam kasus perdagangan dua individu orangutan Sumatra (pongo abelii), memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Medan untuk meringankan hukuman mereka. Keduanya dilaporkan telah dinyatakan bersalah dalam kasus tersebut oleh Polda Sumatra Utara pada bulan September 2023 yang lalu.

Selama proses persidangan, Reza juga mengajukan permintaan kepada majelis hakim untuk membebaskan mobil Toyota Kijang Innova yang digunakannya saat mengangkut orangutan tersebut dari Aceh ke Kota Medan. Namun, majelis hakim yang dipimpin oleh Khamozaro Waruwu menjelaskan bahwa mobil tersebut merupakan barang bukti yang disita oleh negara.

"Mobil tersebut digunakan untuk usaha keluarga saya yang mulia. Saya mohon dipertimbangkan. Saya juga memohon hukuman saya diringankan," ujar Reza yang hadir secara online dari ruang tahanan.

Jaksa Penuntut Umum, Febrina Sebayang, menuntut kedua pelaku dengan tuntutan yang berbeda. Ramadhani dituntut dengan hukuman 3 tahun penjara, sedangkan Reza dituntut dengan hukuman 2 tahun penjara. Keduanya juga diharuskan membayar denda sebesar Rp50 juta. Keduanya didakwa melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Menurut undang-undang tersebut, pelanggar maksimal dapat dihukum dengan penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp100 juta.

Setelah pembacaan tuntutan, majelis hakim menunda persidangan hingga tanggal 13 Februari 2024 untuk membacakan vonis.

"Pada terdakwa Bolang, hal yang memberatkan adalah karena dia sebelumnya telah dihukum dalam kasus perdagangan satwa. Sedangkan pada terdakwa Reza, tidak ada hal yang memberatkan. Adapun hal yang meringankan adalah bahwa keduanya mengakui perbuatan mereka dan kooperatif selama proses perkara ini berjalan," ujar Febrina setelah persidangan di Ruang Cakra VIII, Pengadilan Negeri Medan, pada hari Selasa (30/1/2024).

Awal mula kasus ini terjadi saat Reza mengangkut orangutan tersebut dari Bolang. Dia berangkat membawa dua orangutan dari Langsa ke Kota Medan. Namun, polisi yang mengetahui pengiriman orangutan tersebut melakukan penyelidikan. Reza kemudian ditangkap oleh polisi di Jalan Sisingamangaraja, Kota Medan, pada hari Rabu (27/9/2023) lalu.

Reza mengklaim bahwa dia hanya menjadi kurir dalam kasus ini. Polisi kemudian melakukan penyelidikan mengenai peran Bolang dalam kasus ini. Mereka kemudian menangkap Bolang di Kota Langsa, Aceh. Bolang diketahui menjadi otak pelaku dalam kasus ini.

Bolang disebut-sebut sudah dikenal di kalangan pedagang satwa liar yang dilindungi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa sumber terpercaya, Bolang diduga telah lama terlibat dalam perdagangan satwa dilindungi. Dia juga diduga terlibat dalam jaringan perdagangan internasional. Polisi juga telah mengonfirmasi hal ini.

Dalam dakwaan tersebut, dua orangutan dari Bolang dipesan oleh seorang anggota TNI yang menggunakan nama samaran Pak Onan. Dalam berkas tersebut, Bolang bertemu dengan Danil (identitas sebenarnya tidak diketahui). Danil kemudian menawarkan dua orangutan kepada Bolang. Bolang kemudian menghubungkan Pak Onan dengan Danil.

Danil kemudian mengirimkan video orangutan tersebut kepada Pak Onan. Selanjutnya, Bolang menyarankan nama Reza kepada Pak Onan sebagai kurir yang akan membawa orangutan tersebut ke Kota Medan.

Reza hanya mengetahui bahwa Danil akan mengirimkan paket ke Kota Medan. Ia pun setuju dengan imbalan yang telah disepakati.

Respon atas tuntutan yang diajukan kepada Bolang dan Reza disampaikan oleh Ketua Forum Konservasi Orangutan Sumatra (FOKUS), Indra Kurnia. Indra menyoroti tentang denda yang dikenakan kepada kedua terdakwa. Menurut Indra, jaksa seharusnya menuntut dengan denda maksimal.

Indra juga berharap bahwa majelis hakim akan menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutan. "Kita menantikan bagaimana penegak hukum, terutama hakim sebagai pihak pengadil, akan berpihak pada konservasi satwa dilindungi," ujar Indra.

Indra juga menjelaskan bahwa kasus perdagangan satwa dilindungi memiliki dampak kerugian sistemik, mulai dari segi ekologi hingga potensi kerugian keuangan negara. Kehilangan satu individu orangutan dari habitatnya akan menghambat regenerasi hutan karena orangutan dikenal sebagai petani hutan.

"Dalam kasus ini, kami menilai bahwa ada empat orangutan yang hilang dari habitatnya. Dalam proses pengambilan dua anak orangutan tersebut, berarti pemburu harus membunuh dua orangutan induk. Ini merupakan kerugian yang sangat disayangkan," kata Indra.

Dalam suatu diskusi Voice of Forest mengenai tren perdagangan satwa dilindungi, Indra juga mengungkapkan tentang potensi kerugian keuangan negara. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang disampaikan oleh Indra, setiap individu orangutan memberikan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,2 miliar.

"Angka ini bukanlah harga satwa yang terdapat di pasar gelap. Angka tersebut dihitung berdasarkan nilai pengeluaran, seperti biaya untuk pengambilan dari alam, rehabilitasi, operasi penindakan, hingga pengembalian satwa tersebut ke habitatnya," jelas Indra.

Kasus perdagangan satwa dilindungi masih terus terjadi. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh lembaga Voice of Forest selama periode 2022-2023, terdapat 26 kasus perdagangan satwa liar dilindungi yang terjadi di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara. Dari jumlah tersebut, total 53 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perdagangan satwa liar dilindungi.

Perdagangan satwa liar dilindungi merupakan kejahatan yang terorganisir dengan sangat baik, mulai dari tingkat penangkapan hingga pembeli akhir. Bahkan, dalam beberapa kasus, diduga terdapat keterlibatan aparat penegak hukum dan militer.

Menurut Wildlife Justice Commisions, perdagangan satwa dilindungi saat ini menjadi kejahatan global keempat yang paling menguntungkan, setelah perdagangan narkoba, manusia, dan senjata api. Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan terhadap satwa liar merupakan kejahatan yang luar biasa jika dilihat dari berbagai aspek.

Editor : Odi Siregar

Follow Berita iNews Medan di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut