Meningkatnya Pernikahan Anak Usia Dini, Begini Tanggapan dan Upaya Aktivis Anak Ester Dian Manullang

MEDAN, iNewsMedan.id - Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara agama, hukum, dan sosial. Sebelum menikah, beberapa aspek diperlukan untuk menjalin rumah tangga yang harmonis seperti mental, materi, usia, sosial, dan lain sebagainya. Diperlukan tanggung jawab dan kerja saa saling memahami antara suami dan istri.
Namun, zaman sekarang banyak orang yang telah menyalahgunakan makna makna dan esensi dari pernikahan tersebut, salah satunya fenomena pernikahan dini. Pernikahan dini merujuk pada pernikahan yang dilakukan oleh salah satu pasangan yang belum mencapai usia dewasa, khususnya di bawah 17 tahun. Baik pria atau wanita yang menikah sebelum mencapai usia tersebut maka dianggap sebagai pernikahan dini. Di Indonesia sendiri pernikahan dini ini marak terjadi, tidak hanya di desa melainkan juga di kota.
Dalam undang-undang pernikahan disebutkan bahwa pernikahan yang ideal adalah laki-laki berusia 21 tahun dan perempuan berusia 19 tahun. Pada usia tersebut seseorang yang melakukan pernikahan sudah memasuki usia dewasa, sehingga sudah mampu memikul tanggung jawab dan perannya masing-masing, baik sebagai suami maupun sebagai istri.
Realitanya, banyak terjadi pernikahan dini, yaitu pernikahan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan yang belum dewasa dan matang berdasarkan undang-undang maupun dalam perspektif psikologis. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab seperti, kondisi ekonomi, pendidikan, lingkungan, internal keluarga, internet dan media massa, serta kecelakaan hamil di luar nikah (married by accident).
Upaya menurunkan angka pernikahan dini kian menjadi perhatian dan diperlukan kepedulian antar kalangan, salah satunya menjadi fokus utama dari kalangan anak muda. Melihat itu, Ester Dian Angelina Manullang sebagai seorang anak muda sekaligus aktivis anak yang peduli dan telah terlibat aktif dalam upaya kesejahteraan anak sejak masa remajanya, telah lama memperhatikan hal ini.
Sejak usia 15 tahun, Ester telah aktif berpartisipasi dalam organisasi anak dan mendirikan Polisi Cilik di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas). Tak hanya itu, ia juga menjadi delegasi dalam Forum Anak Nasional 2019. Dirinya kini sedang menempuh pendidikan di Program Studi Kesejahteraan Sosial di FISIP USU.
Menurut Ester upaya untuk mencegah pernikahan dini merupakan usaha yang harus dilakukan bersama-sama. Karena hal ini merupakan permasalahan yang dipengaruhi berbagai faktor dan penyebab sehingga untuk mencegahnya juga membutuhkan usaha yang kompleks.
“Kalo membicarakan pernikahan dini itu kan sudah mencakup berbagai faktor ya, jadi memang agak sulit menanggulanginya. Engga bisa hanya sekedar dengan penyuluhan saja karena di berbagai kasus pernikahan dini ini pun penyebabnya pun beda-beda.”
Ester juga menyampaikan, kita semua harus bekerja sama untuk membantu mengurangi dan mencegah terjadinya pernikahan dini, baik dari masyarakat maupun pemerintah, khususnya pemerintah daerah.
Hal itu karena pernikahan dini memiliki berbagai dampak negatif kepada para remaja dan anak yang melaksanakannya. Dampak tersebut diantaranya adalah pendidikan yang rendah, kemiskinan. meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental pada pasangan, rentan terjadi masalah kesehatan pada ibu muda dan bayi, meningkatkan risiko kematian pada ibu muda dan bayi, rentan terjadi KDRT dan perceraian, dan lain sebagainya.
Untuk mencapai keinginan nihilnya pernikahan dini di Indonesia, memang kita masih harus menempuh jalan yang panjang dengan berbagai hambatan. Namun, kita bisa melakukannya dari sekarang dimulai dengan memberikan edukasi kepada orang-orang di sekitar kita tentang bahayanya pernikahan dini dan memberikan edukasi bahwa anak dan remaja harusnya menempuh pendidikan yang layak dan menikmati masanya untuk menemukan jati diri melalui cara yang baik.
Editor : Odi Siregar