LANGKAT, iNewsMedan.id - Bagi sebagian orang, Kampung Majelis Ta'lim Fardhu (Matfa) yang berada di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara sudah banyak yang mengenalnya. Bahkan, Kampung Matfa ini sering disebut dengan Kampung Kasih Sayang.
Namun, ada yang unik dari Kampung Matfa ini. Ketika kita memasuki kampung ini terlihat tepat di depan rumah Tuwan Imam Muhammad Hanafi ada patung 3 kepala naga dan 2 kepala ular kobra yang di sekelilingnya juga terlihat pohon teratai.
Berlokasi di Dusun III Darat Hulu, Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, kampung ini memiliki keunikan tersendiri. Kampung yang berdiri sejak 2012 ini memiliki penduduk lebih kurang 1.500 jiwa yang berasal dari berbagai suku seperti, Padang, Batak, Jawa, ataupun suku Karo.
Dari hasil penelusuran iNewsMedan.id beberapa waktu lalu, patung 3 kepala naga dan 2 patung ular kobra serta pohon teratai itu memiliki makna dan arti tersendiri. Berikut ulasannya.
Kampung Matfa saat ini dipimpin oleh Tuwan Imam Muhammad Hanafi. Tuwan Imam membuat patung 3 kepala naga dan 2 kepala ular kobra serta disekelilingnya terdapat pohon teratai yang berada tepat di depan rumahnya ternyata mempunyai makna dan filosofi tersendiri.
Menurut Tuwan Imam bahwa naga merupakan hewan yang kuat. Di mana, naga sendiri memiliki lambang keperkasaan, kebijaksanaan dan kesetiaan.
"Jadi, karena disini kita hidup bersama tujuannya untuk agama, negara dan keluarga maka persatuan, kasih sayang kekuatan dan kesetiaan ini dibutuhkan dalam perjalanan," kata Tuwan Imam.
Kata Tuwan Imam, kenapa ada patung 3 kepala naga. Karena itulah lambang persatuan kasih sayang.
Tuwan Imam Muhammad Hanafi. (Foto: Jafar/iNewsMedan)
"Itulah yang harus kita utamakan, kita besarkan dan kita kuatkan sesuai dengan filosofi naga tadi persatuan dan kasih sayang. Itulah wujud dari pada cinta," ucapnya.
2 Patung Ular Kobra
Untuk patung ular kobra, kata Tuwan Imam adalah ular berbisa dan memiliki kekuatan.
"Dan kemudian ada ular kobra di kanan dan kiri itu ular berbisa, maksudnya bisa apa saja, jika kita bisa bersatu dengan kekuatan persatuan kasih sayang bisa apa saja kita lakukan, baik untuk urusan dunia maupun untuk urusan akhirat, kita membutuhkan itu semua," terangnya.
Bunga Teratai
Kampung Matfa. (Foto: Jafar/iNewsMedan)
Bagi Tuwan Imam, filosofi teratai mempunyai makna ketenangan dan keindahan bagi siapa saja yang melihatnya.
"Bunga teratai itu adalah ketenangan dan teratai itu akarnya tumbuh di dasar lumpur yang tidak terlihat tapi tetap dia memberikan sesuatu yang indah bagi yang memandangnya," terangnya.
Tuwan Imam menjelaskan bahwa sebagai manusia, kita tidak perlu menunjukan kita itu siapa. Tapi kita harus bisa menunjukkan kemuliaan kita itu.
"Jadi begitulah kita sebagai manusia ini, kita tidak perlu menunjukan kita itu siapa. Apakah kita ini di tempatkan di tempat yang mulia. Tetapi tetap kita harus bisa menunjukan kemuliaan dan keindahan kepada yang lain, walau sebenarnya kita pun dalam keadaan yang tidak baik," jelasnya.
"Maka, seperti orang mengatakan bahwa filosofi lumpur itu tidak baik, tidak mulia ataupun suatu yang hina atau yang rendah. Tetapi sesuatu yang tinggal di lumpur itu juga bisa memberikan sesuatu yang indah bagi yang lainnya. Bahkan ada yang di tempat mulia pun belum tentu indah," ujarnya.
Menurut Tuwan Imam, patung naga dan ular kobra yang ada di Kampung Matfa itu memiliki pandangan yang yang bermacam-macam jika orang atau tamu yang melihatnya.
Warga Kampung Matfa. (Foto: Jafar/iNewsMedan)
"Jadi itulah memang, bermacam-macam pandangan orang tentang patung naga dalam agama. Ada yang bilang musrik ada yang bilang haram itulah bagaimana kita memandangnya. Karena membuat patung itu bukan untuk disembah ada filosofi yang ditunjukkan," katanya.
"Jadi kalau patung itu sebuah kesesatan berarti kita ini tinggal nunggu yang sesat, karena di Indonesia ini juga tidak lepas dari patung-patung. Banyak sekali patung-patung di Indonesia ini," sambungnya.
Kata Tuwan Imam, kalau kita bicara patung material dari pada patung itu itu dua yakni kayu dan batu. Jadi kita punya rumah juga bergabung dari pada kayu dan batu.
Pada zaman nabi Ibrahim patung-patung itu semuanya dihancurkan ada satu patung yang tidak dihancurkan dan itu patung yang paling besar dan patung itu patung yang dapat memberikan pelajaran bagi manusia.
"Jadi begitulah filosofi patung saya (Tuwan Imam) buat supaya jadi pelajaran," ungkapnya.
Dasar Pancasila
Tuwan Imam juga mengungkapkan bahwa patung 3 naga dan 2 ular kobra itu dibuat juga berdasarkan dengan Pancasila.
"Patung itu ada lima kepalanya, tiga kepala naga dan dua kepala ular itu adalah simbol yang saya (Tuwan Imam) berikan, itu adalah dasar Pancasila dan tiga dari naga itu yang dimaksud dengan Tri Sula Weda yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Di depan menjadi contoh, ditengah merangkul dan dibelakang untuk pendorong," ungkapnya.
Warga Kampung Matfa. (Foto: Jafar/iNewsMedan)
Jadi naga itu siapa yang kuat itu yang perkasa dan bijaksana dialah seorang pemimpin. Maka seorang pemimpin itulah wujud dari pada naga yang sebenarnya. Untuk membawa kepada keamanan, kemakmuran dankesejahteraan, tanpa persatuan, tanpa kasih sayang tidak akan ada namanya keamanan, ketentraman dan kesejahteraan.
"Jadi filosofi naga itu, seperti itu. Jadi Tri Sula Weda itu inilah dia. Maka dalam negara itu tujuannya untuk mencapai Tri Sakti yaitu kedaulatan, kemandirian dan kepribadian dalam kebudayaan yaitu gotong royong dan juga termasuk dari Rukun Islam," kata Tuwan Imam.
"Tergantung kita yang memandangnya, kalau dipandang baik, baiklah dia. Tapi kalau dipandang buruk, buruk lah dia. Tidaklah orang membuat sesuatu itu kalau tidak mempunyai makna. Karena kita di dunia ini bukan untuk saling menyalahkan, Kalau pun ada yang salah maka kita saling mengingatkan kalau ada yang lemah saling menguatkan itulah manusia," jelasnya.
Maka dikatakan kemanusiaan yang adil dan beradab saling mengingatkan dan menguatkan maka timbul persatuan. Kita manusia ini diciptakan berdasarkan persatuan dan kasih sayang. Dari kasih sayang itu barulah datang karunia Allah itulah keturunan dari keturunan itu timbullah persaudaraan itulah manusia.
"Maka intinya, apapun yang dibuat di Kampung Matfa filosofi-filosofi itu mengarah kepada persatuan dan kasih sayang. Bersabar, Bersyukur dan berbagi ini termasuk dari filosofi naga kepala tiga itu. Maka naga itu dia tidak akan menjadi naga sebelum menghilangkan hawa nafsu dunianya. Maka naga itu sebagai penjaga dan pelindung bagi sebuah tempat," tandas Tuwan Imam.
Editor : Jafar Sembiring