MEDAN, iNewsMedan.id - Sepanjang 2022, Sumatera Tropical Forest Jurnalisme (STFJ) soroti kasus kejahatan satwa (wildlife crime) yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara (Sumut). Ringannya vonis hukuman hingga kasus melibatkan mantan kepala daerah yang masih mengambang menjadi catatan STFJ.
Direktur STFJ Rahmad Suryadi mengatakan, hukuman ringan terhadap pelaku kejahatan satwa (wildlife crime) tak memberikan efek jera terhadap para pelaku. Hal ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan satwa liar dilindungi.
Ada pun yang menjadi sorotan STFJ kasus kejahatan satwa sepanjang 2022 antara lain, perdagangan anak Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan terdakwa Thomas Raider Chaniago alias Thomas (18).
Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli yang mengadili perkara tersebut, menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider 6 bulan, pada 17 Oktober 2022 lalu.
"Putusan ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan," kata Rahmad Suryadi dalam keterangan persnya Catatan Akhir Tahun STFJ 2022 di Medan, Kamis (29/12/2022).
Turut hadir sebagai pembicara Catatan Akhir Tahun STFJ 2022 itu, Kepala Divisi SDA LBH Medan Muhammad Alinafia Matondang, Deputi Direktur Perlindungan Spesies dan Habitat Yayasan Orangutan Sumatera Lestari - Orangutan Information Center (YOSL-OIC), Muhammad Indra Kurnia dan Conservation Director-The Wildlife Whisperer of Sumatra(2WS), Badar Johan.
Kasus lain, kata Rahmad menambahkan, PN Kota Binjai menjatuhkan vonis ringan terhadap Edi AP, sindikat perdagangan Orangutan Sumatera dengan 8 bulan penjara dan denda Rp100 juta, subsider dua bulan penjara.
Lalu, PN Simpang Tiga Redelong, Bener Meriah menjatuhi hukuman pidana penjara 1 tahun enam bulan dan denda Rp100 juta subsider 1 bulan kurungan terhadap Iskandar (48), terdakwa tindak pidana kasus perdagangan kulit harimau, pada 2 November 2022 lalu.
Dan kasus yang masih menjadi misteri, keterlibatan mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi bersama rekannya Suryadi terlibat kasus perdagangan kulit harimau. STFJ menilai ada kejanggalan dalam proses hukum kasus ini dan terkesan tebang pilih.
STFJ pun mendorong pemerintah dan para pemangku kebijakan segera merevisi UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
"Menyikapi sejumlah kasus persidangan diatas, STFJ menilai UU Nomor 5 tahun 1990 dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp100 juta tidak membuat efek jera
bagi pelaku kejahatan karena masih terlalu ringan," kata Rahmad.
Sementara Conservation Director-The Wildlife Whisperer of Sumatra(2WS), Badar Johan mengatakan, bila upaya menjaga konservasi satwa dan lingkungan ini tidak bisa dilakukan sendiri. Harus ada tindakan nyata dan serius dalam mendorong penegakan hukum menjamin keberlangsungan ekosistem satwa liar dilindungi dan lingkungan.
2WS sendiri, sebut Badar, pihaknya menyuarakan kepedulian terhadap satwa dan konservasi lingkungan melalui media sosial, dengan memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat. Serta mengawal kasus-kasus terhadap kejahatan satwa dan lingkungan.
Editor : Jafar Sembiring