Tak hanya itu, sambung Magda, inklusivitas juga menjadi poin penting di NTT, yang terwujud dalam Unit Layanan Disabilitas (ULD) tingkat provinsi untuk mendorong partisipasi aktif orang-orang dengan disabilitas. Sementara, Bali menyertakan aspek ketangguhan masyarakat dalam peraturan daerah maupun peraturan adat seperti awig-awig dan perarem.
"Saat terjadi bencana, komunitaslah yang bisa menolong diri mereka sendiri, karena di awal belum ada bantuan apa pun yang bisa menjangkau mereka, apalagi di daerah-daerah yang punya tantangan akses seperti Flores Timur," terangnya.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Panitia Pelaksana KNPRBBK XV, Miranti Husein, menyebut, kegiatan ini diharapkan agar masyarakat dapat terus berperan aktif dalam pengelolaan risiko bencana, mereka perlu didukung oleh sistem tata kelola pembangunan di tingkat lokal seperti desa atau kelurahan.
"KNPRBBK XV hari pertama turut membahas hal ini dalam sesi bincang-bincang yang diikuti oleh perwakilan Kementerian Desa, organisasi nonpemerintah, dan komunitas tingkat desa dari Aceh, Nusa Tenggara Timur, dan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur," tuturnya.
Lebih lanjut, Miranti menjelaskan, Refleksi aksi kolaborasi dalam PRBBK di tingkat daerah tahun ini semakin mempertajam kebutuhan untuk menggandeng aktor-aktor yang lebih luas dari tingkat lokal hingga nasional. Serta, mempererat kolaborasi strategis dengan sektor-sektor lainnya, mengingat perluasan dampak, risiko, dan kebutuhan kapasitas di tingkat komunitas.
Editor : Odi Siregar