Di sisi lain, pemicu melemahnya nilai tukar petani sub tanaman hortikultura dikarenakan tingginya pengeluaran petani seiring dengan peningatan biaya hidup yang dipicu oleh inflasi. Terlebih harga BBM non subsidi mengalami kenaikan sebelumnya. Hal ini terlihat dari indeks harga yang harus di bayar petani mengalami kenaikan 1.19 persen di bulan September, sementara indeks harga yang diterima petani hortikultura turun 2.7 persen akibat harga jual produk tanaman petani turun harga.
"Ke depan, nilai tukar petani Sumut berpeluang untuk turun di bulan Oktober ini. Sejauh ini penopang kenaikan indeks masih didominasi oleh petani perkebunan. Pada Oktober ini harga CPO anjlok cukup dalam dikisaran 3.400-an ringgit per ton. Melemah dalam sebulan terakhir, yang berarti ada potensi penurunan harga TBS di tingkat petani, yang akan bermuara pada penurunan nilai tukar petani Sumut nantinya," pungkas Gunawan.
Lebih lanjut, Salah satu pedagang di Pasar Halat Medan, Emy menambahkan, untuk harga jual cabai dan sayuran memang mengalami penurunan sejak September lalu. Hal itu disebabkan, pasokan barang melimpah dan panen raya dari petani.
"Pasokan barang setiap hari cukup memenuhi permintaan dari pembeli. Per hari kami bisa menyediakan stok hingga 100 kilogram dan permintaan dari masyarakat juga sudah meningkat kembali," tandasnya.
Editor : Jafar Sembiring