MEDAN, iNews.id - Komoditas cabai merah dan minyak goreng (migor) saat ini sangat perlu perhatian khusus. Hal itu disebabkan peningkatan harga yang melonjak drastis secara average year to date sebesar 50,4 persen dan 31,9 persen. Terlebih avg month to month cabai merah yang mencapai angka 164,2 persen.
Hal itu disampaikan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah Sumatera Utara, Ibrahim didampingi Deputi Direktur, Poltak Sitanggang kepada wartawan dalam acara Bincang Bareng Media (BBM) di kantornya Senin (27/6/22).
Ibrahim menjelaskan, harga cabai merah saat ini bertengger di angka yang naik signifikan Rp90.000-Rp100.000 per kilogram. Harga ini sama seperti tahun 2019 yang mencapai Rp100.000 per kilogram.
Bahkan untuk minyak goreng (migor) curah juga fluktuatif di atas HET yakni Rp15.000-Rp19.000 per kilogram.
“Memang harga minyak goreng mulai turun, namun tetap perlu perhatian. Cabai merah dan minyak goreng sebagai salah satu komoditi pemicu inflasi,” katanya.
Berdasarkan PIHPS dengan sampel pasar tradisional di 5 Kota Indeks Harga Konsumen (IHK) Sumatera Utara per 24 Juni 2022 menunjukkan terjadinya kenaikan harga pada beberapa komoditas.
Komoditas yang perlu mendapat perhatian adalah minyak goreng, daging sapi, telur ayam, aneka cabai, bawang merah, dan beras karena berada di atas range maupun average 3 tahun terakhir.
”Komoditas hortikultura umumnya mencatatkan peningkatan harga disebabkan oleh menurunnya pasokan di pasar akibat berakhirnya musim panen, kendala cuaca, dan distribusi,” jelasnya.
Untuk inflasi tahunan Sumut pada Mei 2022 meningkat sebesar 4,18 persen (yoy), lebih tinggi dari April yang sebesar 3,63 persen (yoy) dan berada di atas rentang target inflasi nasional 3±1 persen.
Komoditas minyak goreng menjadi faktor utama pembentukan inflasi pada Mei 2022, disebabkan oleh masih tingginya harga minyak goreng curah di pasar yang belum sesuai dengan HET dan belum normalnya pasokan yang tersedia.
Pada Juni 2022, inflasi Sumut, baik secara bulanan maupun tahunan diprakirakan masih mengalami tekanan inflasi yang cukup tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
Dengan kondisi masih tingginya curah hujan dan peningkatan sifat hujan di bulan Juni diprakirakan komoditas aneka cabai dan bawang merah akan mengalami gangguan produksi, harga pupuk dan pakan ternak yang masih tinggi, serta tarif angkutan udara yang diprakirakan masih tinggi seiring mobilitas masyarakat dan perkembangan harga avtur dunia.
“Secara keseluruhan tahun 2022, inflasi Sumut diprakirakan akan lebih tinggi dari tahun 2021, dan berpotensi berada di atas rentang target inflasi nasional,” tuturnya.
Peningkatan inflasi didorong oleh membaiknya pendapatan masyarakat seiring dengan kian pulihnya perekonomian, berlanjutnya konflik geopolitik, kebijakan zero covid di Tiongkok, kenaikan harga energi dan pangan global, kebijakan proteksionisme pangan beberapa negara, serta faktor gangguan cuaca.
Oleh karena itu, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) perlu melaksanakan kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi tekanan inflasi khususnya pada kelompok bahan makanan, melalui upaya keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, peningkatan produksi bahan makanan, dan kelancaran distribusi.
“Bank Indonesia bersama TPID terus menghimbau masyarakat untuk melakukan belanja secara bijak sesuai dengan kebutuhan,” ujarnya.
Ibrahim menambahkan, untuk menjaga inflasi, TPID menyusun formulasi kebijakan yang tepat dalam upaya mengendalikan inflasi dan memacu laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.
“Kami juga fokus di delapan program pengendalian inflasi dan akselerasi ekonomi Sumut yakni yang pertama meningkatkan produktivitas hortikultura dan perkebunan dgn pembelian bibit dan sarana produksi. Kedua meningkatkan produksi peternakan dengan penambahan luas peternakan,” ungkapnya.
Ketiga, meningkatkan saprodi pertanian dgn pengembangan produksi pupuk organik & prasarana pertanian. Keempat, meningkatkan IKM melalui fasilitasi sarana dan prasarana produksi serta bantuan pemasaran atau optimalisasi penggunaan produk di instansi pemerintah
“Kelima meningkatkan ekonomi digital dengan fasilitasi kurasi UMKM masuk ke e-commerce dan peningkatan e-catalog lokal untuk optimalisasi. Keenam meningkatkan pembiayaan UMKM melalui peningkatan akses KUR, akses asuransi, serta pendirian PT Jamkrida Sumut,” ujarnya.
Ketujuh, meningkatkan industri pariwisata melalui promosi wisata Sumatera Utara. Dan kedelapan meningkatkan ekspor melalui pelatihan UMKM/IKM untuk Go Ekspor.
“Namun kita juga punya empat tantangan di tahun 2022 hingga 2023 yakni yang pertama perekonomian masih dipenuhi ketidakpastian dan ketidakstabilan kenaikan harga BBM, pangan dan kelangkaan pupuk sehingga perlu dipersiapkan kemandirian dan ketahanan pangan,” ujarnya.
Kedua terjadinya disrupsi ekonomi dari ekonomi konvensional ke ekonomi digital yang mengubah cara masyarakat berproduksi dan mengkonsumsi membuat banyak usaha harus melakukan adaptasi kepada ekonomi digital.
“Ketiga perekonomian Sumatera Utara masih di dominasi sektor pertanian yakni 22 persen, sementara provinsi lain sudah di dominasi sektor industri pengolahan, sehingga perlu dilakukan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dengan basis industri pengolahan,” katanya.
Keempat, pelaku ekonomi masih didominasi UMKM yang jumlahnya sekitar 98% namun SDM dan produktivitas sangat rendah, sehingga perlu mendorong peningkatan produktivitas dan pemberdayaan petani/UKM naik kelas/korporatisasi.
Editor : Odi Siregar