MEDAN, iNews.id- Inflasi Provinsi Sumatera Utara pada April 2022 sebesar 0,44 persen. Inflasi tersebut seiring kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 107,91 pada Maret 2022 menjadi 108,38 pada April 2022.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Nurul Hasanudin menyebutkan dari lima kota IHK di Sumatera Utara, seluruhnya tercatat inflasi, yaitu Sibolga sebesar 0,38 persen; Pematangsiantar sebesar 0,39 persen; Medan sebesar 0,43 persen; Padangsidimpuan sebesar 0,78 persen; dan Gunung Sitoli sebesar 0,22 persen.
Menurutnya inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran yaitu kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,08 persen; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,25 persen; kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga 1,56 persen.
"Kemudian kelompok kesehatan 0,23 persen; kelompok transportasi 1,78 persen; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,04 persen; kelompok pendidikan 0,01 persen; kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran 0,23 persen; dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya 0,90 persen. Sementara kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan deflasi 0,08 persen," ungkapnya.
Nurul memaparkan beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga pada April 2022 antara lain minyak goreng, angkutan udara, bensin, daging ayam ras, upah asisten rumah tangga, anggur, dan pir.
"Sementara komoditas yang mengalami penurunan harga, antara lain cabai merah, tomat, ikan dencis, sawi hijau, beras, bayam, dan cabai rawit," paparnya.
Terpisah, Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin menilai realisasi inflasi Sumut pada bulan April 2022 yang sebesar 0.44% terbilang masih cukup tinggi. Walaupun besaran inflasi tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan nasional.
"Tetapi besaran inflasi sebesar itu sudah membuat inflasi tahun berjalan Sumut mendekati 2% (1.99%). Padahal inflasi sebesar itu baru dilalui selama 4 bulan, " ujarnya.
Namun yang akan dihadapi ke depan adalah kenaikan bunga acuan global, harga energi yang mahal, harga pangan global yang juga bertahan mahal. Kondisi ini nantinya akan membuat sejumlah harga yang diatur pemerintah maupun harga-harga kebutuhan lain berpeluang menyesuaikan (naik harganya).
"Jadi 8 bulan tersisa nanti akan benar-benar membuat ekonomi Sumut dalam tekanan, khususnya jika dikaitkan dengan pengendalian inflasi. Dan masalah lain muncul karena pertumbuhan ekonomi Sumut secara kuartalan (kuartal 1 2022 terhadap kuartal 4 2021) justru minus 0.13%," jelasnya.
Jika nantinya, tambah Gunawan pertumbuhan ekonomi 2022 di akhir tahun hanya berkisar 3% hingga 4%, sementara inflasi juga berada di kisaran 3% hingga 4%, maka Sumut jelas tidak mendapatkan apa-apa.
"Buat apa ekonomi tumbuh tapi inflasi juga tinggi angkanya. Pertumbuhan ekonomi Sumut bakal sia-sia. Sumut mengalami laju pertumbuhan yang stagnan alias tidak bergerak. Dampak resesi ekonomi yang diakibatkan pandemi masih saja dirasakan oleh masyarakat Sumut sampai saat ini. Kita berharap pada pemerintah pusat maupun daerah agar sesegera mungkin membelanjakan anggaran pembangunannya," bebernya.
Editor : Ismail
Artikel Terkait