TANJUNGBALAI, iNewsMedan.id - Mengenakan topi lusuh dan berselimut Sang Saka Merah Putih, Mahmudin, yang akrab disapa Kacak Alonso, memulai perjalanan panjang dari Tanjungbalai, Sumatera Utara, menuju Markas Besar (Mabes) Polri di Jakarta.
Dengan jarak lebih dari 1.700 kilometer yang akan ditempuh, Kacak membawa satu tuntutan: keadilan atas dugaan kriminalisasi yang dialaminya.
Aksi Kacak ini dipicu oleh laporannya atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh Kompol Dedi Kurniawan (DK), seorang perwira di Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut.
Kacak dituduh menyebarkan video penangkapan seorang warga bernama Rahmadi melalui WhatsApp, sebuah video yang menurutnya bukan ia yang membuat atau mengunggah ke media sosial.
"Saya ingin bertemu Presiden Prabowo dan Kapolri," ujar Kacak saat memulai perjalanannya pada Sabtu (2/8/2025).
Ia mengaku terinspirasi oleh buku Paradoks Indonesia karya Presiden Prabowo Subianto yang memberinya kekuatan moral untuk melawan kesewenang-wenangan.
Kacak merasa proses hukum yang ia alami tidak adil. Ia menceritakan pernah dipanggil ke Polda Sumut, dipaksa membuat video klarifikasi, namun kemudian tetap dilaporkan.
"Mereka yang minta saya membuat video, tapi malah saya yang dikriminalisasi," lirihnya.
Dalam narasi perlawanannya, Kacak mengibaratkan dirinya dan rakyat kecil lainnya sebagai 'Pandawa' yang melawan 'Kurawa' yang berkuasa. "Kami rakyat kecil adalah Pandawa. Tapi hari ini, Kurawa sedang berkuasa," katanya sambil mengutip buku Presiden Prabowo.
Laporan terhadap Kacak dilayangkan oleh kuasa hukum Kompol DK, Hans Silalahi, pada 31 Juli 2025. Video yang disebarkan Kacak dianggap menyesatkan dan mencemarkan nama baik kliennya.
Video tersebut adalah rekaman CCTV saat Kompol DK menangkap Rahmadi dalam kasus narkotika. Pihak kepolisian menyebut Rahmadi melawan saat ditangkap, namun Rahmadi membantah dan mengklaim penangkapan itu direkayasa.
Kasus ini tidak hanya menimpa Kacak. Sejumlah warga lain yang mengkritik Kompol DK juga mengalami tekanan hukum serupa. Beberapa di antara mereka dilaporkan karena berunjuk rasa menuntut pencopotan Kompol DK.
Kacak bertekad tidak akan berhenti hingga tiba di Jakarta. Selain menemui Kapolri dan Presiden, ia juga berencana bertemu Komisi III DPR RI dan DPD RI.
"Saya akan tempuh semua ini dengan kaki saya sendiri. Karena suara rakyat kecil seringkali tak terdengar kalau hanya lewat surat," tegasnya.
Selama perjalanannya, Kacak terus menyuarakan kisahnya melalui siaran langsung di media sosial. Meskipun dukungan moral dari warganet terus mengalir, belum ada respons resmi dari institusi yang dituju.
Sampai berita ini ditulis, Kacak Alonso telah memasuki wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara. Langkah-langkahnya terus menggaungkan satu pesan, bahwa hukum di negeri ini tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait