Ia menambahkan, perusahaan logistik ke depan harus memenuhi standar Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi para sopir. Perusahaan pengangkutan juga harus menyediakan sarana pendukung seperti depo penyimpanan barang dan memiliki sistem manajemen beban muatan yang sesuai dengan aturan.
Lokot juga menyoroti minimnya pengawasan terhadap kelayakan jalan truk dan mobil pengangkut. Ia menilai hal ini menjadi celah serius dalam sistem transportasi Indonesia, di mana banyak kendaraan berat beroperasi tanpa uji KIR yang layak atau menggunakan bodi dan sasis hasil modifikasi tanpa standar teknis.
“Bagaimana kita bisa bicara keselamatan jika kendaraan ODOL dibiarkan jalan tanpa uji kelayakan rutin dan tanpa pengecekan teknis yang ketat?” tanyanya.
Ia mendorong agar Perpres ini juga mencakup aturan tegas soal kelayakan operasional kendaraan, audit teknis berkala, serta sanksi administratif dan pidana bagi perusahaan yang lalai. "Ke depan, kelayakan kendaraan pengangkut harus disertai dengan pengawasan ketat yang mengoptimalkan penggunaan teknologi terkini serta laporan tersebut harus diterima secara *realtime*. Kita butuh sistem yang tegas, bukan hanya imbauan,” tambahnya.
Lokot mengingatkan bahwa truk ODOL telah lama menjadi salah satu penyebab utama kerusakan jalan dan kecelakaan lalu lintas. Data dari Integrated Road Safety Management System (IRSMS) Korlantas Polri menunjukkan, periode Januari hingga Oktober 2024 mencatat 220.647 kasus kecelakaan lalu lintas dengan 22.970 korban jiwa.
“Angka ini mengerikan. Truk dengan muatan berlebih, rem yang blong dan kehilangan kendali tidak hanya merusak jalan tapi juga mengancam nyawa pengemudi, penumpang, dan pengguna jalan lainnya,” tegas Lokot.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait