Project Officer Green Justice Indonesia, Chandra Frans Daniel Silalahi mengatakan, pihaknya mendampingi masyarakat bermitra dengan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Di tingkat tapak, GJI berkerjasama dengan AMAN mendampingi MHA Simenakhenak dalam pengembangan budidaya kopi.
“Yang dilakukan adalah pelatihan untuk meningkatkan kapasitas petani mulai dari pembuatan pupuk organik, budidaya kopi dengan baik, juga sudah serah terima alat produksi seperti mesin huler and pulper, juga sudah study banding local champion di Tyyana Kopi,” katanya.
Dia berharap masyarakat tetap semangat dalam mengembangkan komoditas utamanya, kopi, sekaligus tetap berperan aktiv dalam menjaga lingkungan, menjaga wilayahnya yang merupakan warisan nenek moyangnya.
“Bagaimanapun MHA Simenakhenak ini adalah sebuah komunitas yang sudah diakui pemerintah pusat tahun 2018 yang sudah ditunjuk, tapi ada permasalahan memang, kendala urusan administrasi sehingga masih bersifat indikatif,” katanya.
Dia berharap agar Bupati Toba dapat mempercepat proses atau mendorong agar MHA Simenakhenak ini secepa mungkin diakui agar lebih leluasa mengelola wilayah mereka. Di tingkat provinsi, pihaknya berharap agar pemerintah daerah mendorong pusat lebih memerhatikan eksistensi masyarakat adat di Sumatera Utara.
Pihaknya juga berharap agar DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Masyarakat Adat yang akan menjadi payung hukum penting, sehingga masyarakat adat memiliki perlindungan dan kekuatan yang jelas dalam menjaga wilayah mereka.
“Masyarakat adat sangat berperan penting dalam menjaga kelestarian ekosistem. GJI masih tetap pada prinsipnya, ketika alam itu dijaga, ketika alam lestari, maka masyarakat akan selalu sejahtera,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Manajer Program Green Justice Indonesia, Sofian Adly mengatakan, wilayah ini merupakan bagian dari bentang alam hutan di wilayah Toba yang memiliki potensi pertanian yang sangat besar dengan komoditas di antaranya kopi, padi, dan jagung. Pendampingan yang dilakukan ini untuk memperkuat kapasitas masyarakat dalam mengelola pertanian berkelanjutan sambil menjaga ekosistem hutan.
“Kami berharap Bupati segera menerbitkan SK pengakuan. Itu penting agar wilayah kelola adat dapat dijalankan secara sah dan berkeadilan,” tambahnya.
Dikatakannya, kopi tidak bisa hanya dipandang sebagai sumber penghidupan masyarakat, tetapi juga sebagai bagian dari solusi iklim dan perlindungan ekosistem hutan. Upaya yang dilakukan selama ini adalah mendorong masyarakat menerapkan pendekatan organik, menjaga tutupan vegetasi sebagai penyerap karbon dan lainnya.
Saat ini, lanjutnya, masyarakat juga menghadapi tantangan besar dalam hal kesuburan tanah dan pengendalian hama. Menurutnya, pelatihan pembuatan pupuk organik yang sudah dilakukan, diharapkan bisa terus dilakukan oleh masyarakat.
“Kita tahu sulit lepas dari pupuk kimia. Tapi kita minimalisir penggunaannya. Bahan-bahan untuk pupuk organik ada di alam sekitar sehingga murah dan mudah dibuat. Nah, pupuk organik terbukti mampu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan mikroorganisme, serta mengurangi jejak karbon dalam proses budidaya. Sedangkan pupuk kimia tentunya meninggalkan residu yang bisa mencemari tanah dan juga mata air,” katanya.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait