Lalu yang ketiga, paling terkini Menteri Kebudayaan dalam statemennya menyampaikan tidak ada tragedi pemerkosaan di peristiwa 98. Peristiwa reformasi 98 yang memakan banyak korban tidak masuk dalam buku sejarah Indonesia yang disusun dan ditulis ulang dengan maksud mengaburkan beberapa peristiwa sejarah yang dianggap penguasa saat ini tidak terjadi.
“Peristiwa reformasi, tragedi Mei 98 yang memakan banyak korban, wanita-wanita Tionghoa diperkosa, tidak ditulis dalam buku sejarah, itu namanya ngawur,” tegas Sofyan Tan.
Sofyan Tan mengatakan ke-ngawuran tersebut harus dihentikan dan diluruskan. Melalui forum Sarasehan Peringatan Bulan Bung Karno ia mengajak mahasiswa menyalakan api nasionalisme dengan memanfaatkan digitalisasi mengungkap kebenaran sejarah. Sampaikan bahwa apa yang disampaikan Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan salah. Karena semua bukti sejarah peristiwa 98 masih memiliki jejak digital.
Sofyan Tan menyebutkan meski ada yang bilang bahwa sejarah dan kekuasaan itu punya hubungan erat dimana sejarah yang ditulis oleh penguasa bukan bertujuan untuk memberikan fakta dan kebenaran, tapi untuk mengendalikan isi kepala rakyatnya, hal tersebut harus dilawan. Sepahit apa pun sejarah tersebut harus tetap ditulis dan diungkap agar tidak terulang kembali sebuah tragedi yang meninggalkan trauma. Dalam era digitalisasi, penguasa tidak bisa lagi memonopoli sejarah apalagi memanipulasi sebuah peristiwa sejarah.
Hadir dalam acara Ketua Yayasan Ganesha Nusantara Medan Heri Pranoto, ST, Direktur Politeknik Ganesha Medan Diding Kusnady, S.Pd, MM, Wakil Direktur, Kaprodi, Dosen dan seluruh Civitas Akademika Politeknik Ganesha Medan.
Direktur Politeknik Ganesha Medan Diding Kusnady, S.Pd, MM mengatakan Bung Karno adalah tokoh nasional yang mewariskan nilai-nilai berbangsa dan bernegara yang belum bisa disamakan dengan tokoh lain yang pernah ada. Karena melalui pemikirannya Bung Karno sudah menyatukan bangsa yang besar dengan keberagamannya. “Di saat belum ada internet, belum ada video call dan kita juga belum terhubung satu dengan lainnya di antarpulau, namun Bung Karno sudah mengikat keterhubungan kita yang tersebar di ribuan pulau dengan Pancasila,” ujarnya.
Editor : Ismail
Artikel Terkait