TOBA, iNewsMedan.id - Dugaan praktik mafia tanah yang melibatkan aparat penegak hukum dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Toba mencuat setelah seorang nenek berusia 64 tahun, Murniaty Sianturi, ditetapkan sebagai tersangka atas kepemilikan tanahnya sendiri. Ironisnya, tanah seluas 1.909 meter persegi ini telah dikuasai dan diusahai Murniaty secara turun-temurun selama 28 tahun.
"Patut diduga, praktik mafia tanah di Kabupaten Toba saat ini sudah berakar. Bahkan aparat penegak hukum dan pemerintah serta pihak terkait dalam hal ini oknum Badan Pertanahan Nasional/Agraria Toba sama-sama bekerja untuk mendzolimi rakyat demi kepentingan pribadi mereka," ujar kuasa hukum Murniaty Sianturi, Roni Prima Panggabean, kepada wartawan, Kamis (29/5/2025).
Menurut Roni, kasus Murniaty hanyalah puncak gunung es dari belasan korban persekongkolan jahat antara mafia tanah dan penegak hukum di Kabupaten Toba. Ia mengungkapkan bahwa ada 13 nama pemilik tanah, termasuk Murniaty, yang tanahnya telah dibeli secara sah oleh Yayasan DEL di hadapan Notaris Julifri Roriana. Ke-13 pemilik tanah ini telah memberikan kuasa kepada Saut Parlinggoman Napitupulu pada 23 Februari 2024.
"Mirisnya, setelah tanah terjual, timbul lah Laporan Polisi (LP) tanggal 05 April 2024 atas nama pelapor Dompak Marpaung, dan pelapor tersebut telah meninggal dunia," sebut Roni.
Yang lebih mengejutkan, Dompak Marpaung tidak termasuk dalam 13 nama pemilik tanah yang dijual kepada Yayasan DEL. Berdasarkan keterangan saksi dan warga setempat, Dompak Marpaung juga tidak memiliki sejengkal tanah pun di hamparan yang dibeli Yayasan DEL tersebut.
Roni Prima Panggabean juga menyoroti kejanggalan dalam proses hukum yang menimpa kliennya. Sejak laporan polisi diajukan hingga Murniaty ditetapkan sebagai tersangka, ia tidak pernah dikonfrontir oleh penyidik Polres Toba. Demikian pula para saksi, tidak pernah dimintai keterangan.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait