Sri masih ingat bagaimana suaminya dengan sabar mengangkat tumpukan kain, memeriksa hasil bordiran, atau sekadar menyeduh teh hangat untuk teman lembur malam. Kini, semua beban itu harus ia tanggung sendiri.
“Sekarang semua dibantu sama anak-anak,” ujarnya pelan, tatapannya menerawang sejenak ke mesin bordir yang terus berputar. “Tapi jujur, saya harus lebih ekstra mantau semuanya sendiri.”
Sejak saat itu, Sri mulai membatasi pesanan. Ia tak lagi mengejar kuantitas seperti dulu, melainkan lebih selektif agar kualitas tetap terjaga dan tidak memforsir dirinya sendiri. Meski begitu, Grand Bordir tak pernah benar-benar berhenti. Sampai hari ini, mereka masih aktif menerima berbagai jenis pesanan, dari bordir komputer, konveksi kemeja, bendera dan pataka, hingga perlengkapan wisuda. Harga yang ditawarkan pun fleksibel, bisa dinegosiasikan terutama untuk pemesanan dalam jumlah besar. Bagi Sri, menjaga kepercayaan pelanggan adalah cara terbaik untuk tetap bertahan, di tengah segala kehilangan dan perubahan.
Ramadhan kemarin menjadi salah satu momen sibuk yang tak terlupakan bagi Sri Kurniati. Di tengah hiruk-pikuk bulan suci dan jadwal produksi yang padat, Grand Bordir menerima pesanan besar dari PT Asian Agri, sebanyak 7.000 seragam kerja. Jumlah yang tidak kecil bagi sebuah usaha rumahan yang dijalankan bersama anak-anak. Tawaran itu datang sebagai bentuk kepercayaan besar dari klien korporat, tapi juga membawa tantangan yang tidak main-main, tenggat waktu yang sangat ketat.
Editor : Chris
Artikel Terkait