Menguasai Lahan Ratusan Hektar Tanpa Hak dan Izin, Masyarakat Labusel Laporkan PT STA ke Mabes Polri
JAKARTA, iNewsMedan.id - Masyarakat Dusun Tanjung Marulak (MDTM) melaporkan Perusahaan Sumber Tani Agung (STA) ke Mabes Polri pada Selasa (25/6/2024) terkait dugaan penguasaan lahan seluas 569 hektar di Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara, tanpa memiliki hak dan izin yang sah. Pelaporan ini didasarkan atas keresahan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penguasaan lahan PT STA.
Juru Bicara MDTM, Erlim Pane mengatakan bahwa penguasaan lahan tersebut merugikan negara dan masyarakat. PT STA dikatakan telah mengeksploitasi sumber daya alam negara secara melawan hukum tanpa memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Sementara itu, masyarakat setempat yang sebelumnya mengelola perkebunan kelapa sawit merasa dirugikan karena lahan mereka 'dimonopoli' oleh PT STA," katanya.
Sebelumnya, telah dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk menyelesaikan masalah ini antara DPRD Kabupaten Labuhanbatu Selatan, PT STA, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Labuhanbatu Selatan, dan masyarakat Dusun Tanjung Marulak. Dalam RDP tersebut, PT STA mengakui tidak memiliki HGU terkait penggunaan lahan di Dusun Tanjung Marulak.
"Hal ini membuktikan bahwa PT STA telah menguasai lahan pada Desa Huta Godang di Dusun Tanjung Marulak selama 39 tahun tanpa adanya legalitas apapun selaku badan usaha yang mengelola sumber daya alam perkebunan. Seharusnya izin tersebut merupakan kelengkapan utama dimiliki oleh PT STA, terlebih lagi PT STA merupakan perusahaan terbuka dan terdaftar di bursa efek," terang Erlim.
Aldi Raharjo, kuasa hukum MDTM dari Dalimunthe and Tampubolon (DnT) Lawyers, menyatakan bahwa mereka akan terus mengawal pelaporan tersebut hingga PT STA dituntut atas penguasaan dan pengelolaan lahan tanpa hak. Mereka berharap pelaporan ini akan menarik perhatian dunia terhadap praktik yang merugikan masyarakat dan sumber daya alam sebagai kekayaan negara.
"Kami berharap dengan adanya pelaporan ini, akan membuat mata dunia kembali terbuka dan tertuju pada praktik-praktik lapangan yang merugikan masyarakat dan sumber daya alam selaku kekayaan negara," ujar Aldi.
Tindakan PT STA ini juga melanggar hukum yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dapat dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda mulai dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Editor : Chris
Artikel Terkait